![]() |
Ditulis Oleh Adrianus Aroziduhu Gulo, SH, MH |
Gelora Hukum - Beberapa minggu terakhir ini
banyak berita yang dimuat di media sosial maupun media cetak tentang Nias Barat.
Berita tersebut ada yang menggembirakan dan ada juga yang memprihatinkan. Berita
yang menggembirakan antara lain : Peresmian jembatan Lahomi-Bawadasi oleh
Menteri Hukum dan HAM RI bapak Dr. Yasona H. Laoly, MSC, terlaksananya HUT ke-9
(sembilan) Kabupaten Nias Barat dengan meriah, penandatanganan MOU beberapa Perguruan Tinggi Swasta dengan
tujuan memberi beasiswa kepada putera-puteri yang berprestasi(perpanjangan), terlaksananya
pemilihan putera-puteri pariwisata, dll. Sedangkan berita yang memprihatinkan antara
lain: Pansus LKPJ nilai kinerja Pemkab Nias Barat hanya sekitar 37% (SIB
tanggal 2 Juni 2018), Laporan keuangan Pemkab Nias Barat Disclaimer (SIB
tanggal 12 Juni 2018), LSM Penjara desak Kejari Gunungsitoli tuntaskan kasus
Simdesa Nias Barat (SIB tanggal 13 Juni 2018), Pospera kritik kebijakan rangkap
jabatan di lingkungan Pemkab Nias Barat (SIB tanggal 11 April 2018), HUT Pemkab
Nias Barat ke-9 tahun Diwarnai Pungli (Sumut 24 Net tanggal 31 Mei 2018), Dua kali Nyoblos, Kabag Hukum
Nias Barat Ditetapkan Tersangka, dll.
Kembali ke judul tulisan
ini. Apa kabar Nias Barat? Jawabannya tentu bervariasi
sesuai pengamatan masing-masing seperti: sehat-sehat saja, baik-baik saja,
berdaya, lagi berbenah, tiada hati tanpa gembira dan ramai terus, kemiskinan
berkurang, beras raskin gratis, pupuk gratis, kenaikan pangkat dan berkala ASN
otomatis dan tanpa biaya, kartu BPJS sudah dapat semua, daya listrik sudah
bertambah, sarana olah raga di tiap-tiap kecamatan lengkap, dll. Kabar di atas,
tentu masyarakat senang mendengarnya karena seirama dengan thema pidato
seseorang dan yang sering didengungkan dengan berapi-api kepada
massa yaitu” Habis gelap terbitlah
terang” dan apabila ada waktu bandingkan dengan 10 program unggulan Fakhe.
Sudah menjadi hukum alam,
kabar baik itu tidak terlalu lama didiskusikan,karena memang itu menjadi tugas
dan tanggung jawab pemerintah daerah. Sedangkan kabar yang memprihatinkan
sedikit lama didiskusikan, tentu mereka yang berpikiran positif bermaksud agar
ada perbaikan. Dalam tulisan ini ditawarkan beberapa kabar di atas sebagai bahan
diskusi untuk dianalisa lebih dalam mengapa itu terjadi, antara lain sebagai
berikut:
Kinerja Jeblok
Penilaian Pansus DPRD
Kabupaten Nias Barat tentang kinerja Pemkab Nias Barat tahun 2017 perlu
diapresiasi dan dijadikan masukkan
sebagai bahan perbaikan kedepan. Namun penilaian tersebut hendaknya tidak
dicerna begitu saja, perlu didalami dengan mengajukan beberapa pertanyaan sekaligus
memberi tanggapan sementara, antara lain : Mengapa kinerja Pemkab Nias Barat
Jeblok hanya 37%? Apabila hal ini disamakan dengan UNBK, maka Pemkab Nias Barat
tidak lulus. Apakah tidak ada hubungannya pada saat penetapan APBD tahun 2017 dan
PAPBD tahun 2017? Pasti ada. Apakah penetapan APBD dan PAPBD tahun 2017 sudah
berdasarkan hasil Musrenbang kabupaten dan telah dituangkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2017? Ini yang perlu diteliti. Apakah dalam APBD
dan PAPBD tahun 2017 tidak ada aspirasi DPRD yang tiba-tiba muncul?,dll.
Kemungkinan ada. Apabila dalam APBD dan PAPBD tahun 2017 ada beberapa aspirasi
DPRD yang ditampung, tetapi tidak ada dalam RKPD tahun 2017, maka penilaian
DPRD kurang obyektif. Jika demikian adanya, semestinya DPRD ikut
bertanggungjawab atas jebloknya kinerja Pemkab Nias Barat. Sebab APBD dan PAPBD
tahun 2017 dibahas,disetujui dan ditetapkan bersama legislatif dan eksekutif.
Penilaian DPRD tersebut
tidaklah berlebihan kalau dikatakan sangat kental nuansa politik, apalagi sudah
dekat pemilu legislatip tahun 2019. Mereka
berusaha kembali mendapat simpatik masyarakat yang selama ini seperti
mereka abaikan. Mengapa baru kritis? Mengapa defisit APBD tahun 2016 yang
besarnya cukup signifikan tidak dikritik? Mengapa pelanggaran Perda nomor 8
tahun 2014 hanya dua orang yang mengkitik yaitu Ir. Nitema Gulo,M.Si dan
Raradodo Daeli, S.IP dari Fraksi Demokrat, sedangkan yang lain diam? ,dll. Hal-hal
seperti ini yang membuat masyarakat tidak habis pikir. Selain itu, apabila
memperhatikan angaran DPRD tahun 2017 lebih banyak belanja untuk ke luar daerah
daripada biaya kunjungan ke kecamatan dan desa-desa. Padahal konstituen mereka
ada di desa-desa. Kiranya masyarakat tidak terlena dengan stategis DPRD yang
musiman ini, melainkan cerdas menentukan pilihan pada pileg tahun 2019.
Sejatinya kinerja Pemkab
Nias Barat tidak hanya dilihat dari aspek politik, melainkan perlu dilihat dari
aspek lain yaitu : Sumber Daya Manusia (SDM). Apabila dilihat dari SDM
penilaian DPRD tersebut bisa dipahami, karena manajemen pengelolaan ASN di
Pemkab Nias Barat belum maksimal. Hal ini secara kasat mata bisa dilihat antara
lain : Pertama, masih ada beberapa ASN ditempatkan pada jabatan yang kurang tepat.
Memang awalnya SDM ini menjadi kendala, akan tetapi setelah beberapa tahun
dilakukan pembenahan dengan melakukan pelatihan, pendidikan penjenjangan, kursus,
bimtek dan peningkatan pendidikan formal (S1 dan S2) mulai teratasi. Kedua, ada
beberapa rangkap jabatan dan jabatan itu sangat strategis seperti Asisten
Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat merangkap Plh Sekretaris Daerah, Asisten Administrasi
Umum merangkap sebagai Ka BPKPAD, Staf Ahli Bupati Bidang Pembangun,Ekonomi dan
Keuangan merangkap Ka BKPPD. Ketiga, pengangkatan beberapa orang guru pada jabatan
struktural, sehingga memengaruhi kinerja Dinas Pendidikan. Keempat, bupati
merekomendasikan ASN pemula pengangkatan 2009, 2010, 2013 dan 2014 pindah
keluar daerah Nias Barat, walaupun melanggar Perda Nomor 8 tahun 2014. Padahal
diantara yang pindah tersebut banyak yang berkualitas. Kelima, pengangkatan PTT
yang cukup banyak, sehingga sebagian ASN mendelegasikan tugas kepada PTT.
Sementara honor/gaji PTT hanya 1 (satu) juta tiap bulan. Bagaimana PTT bisa
bekerja maksimal dengan gaji sebesar itu? Sedangkan beberapa ASN yang gajinya
cukup besar, hanya main perintah saja. Keenam, Guru bantu daerah (GBD) juga
hanya digaji 1 juta tiap bulan, dengan gaji sebesar itu sulit mereka konsentrasi
mengajar. Belum lagi pembayaran honor mereka sering terlambat, dll.
Disclaimer
Opini yang diberikan BPK RI setelah
selesai mengaudit di sebuah instansi ada
tiga tingkat yaitu : WTP(Wajar Tanpa Pengecualian), WDP(Wajar dengan
Pengecualian) dan Tidak menyatakan pendapat(disclaimer). Mengapa BPK RI tidak
menyatakan pendapat? Karena selama BPK melakukan pemeriksaan/audit tidak dapat
memeroleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk menyediakan suatu dasar
opini pemeriksaan. Dengan demikian BPK
RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara tidak menyatakan Pendapat atas LHP
Keuangan Pemerintah Kabupaten Nias Barat tahun 2017, karena bukti-bukti yang
disajikan Pemkab Nias Barat dalam hal ini bagian keuangan kurang akurat.
Perlu penyamaan persepsi
bahwa opini yang diberikan oleh BPK RI sifatnya administrasi keuangan. Opini
WTP,WDP bukan berarti tidak ada korupsi. Penilaian seperti itu sangat keliru.
Perhatikan laporan keuangan di beberapa daerah, BPK RI menyatakan opini WDP
bahkan WTP, akan tetapi di daerah tersebut terjadi korupsi, malah kepala
daerahnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada tahun 2015 Laporan
Keuangan Pemkab Nias Barat diberi opini oleh BPK RI Perwakilan Provinsi
Sumatera Utara yaitu : WDP(Wajar Dengan Pengecualian), sedangkan tahun 2016 dan
2017 LHP Keuangan Pemkab Nias Barat BPK menyatakan opini”Disclaimer”. Sayang sekali tidak dapat dipertahankan. Padahal
dalam APBD tahun 2017 telah tertampung biaya “Program dan Pengembangan Keuangan
daerah” dengan nomer rekening : 3.00.03.03.15.03. Sebelum perubahan sebesar Rp.
4.613.000.000,00 sesudah perubahan menjadi sebesar Rp. 5.236.200.000,00 (lima
miliar dua ratus tiga puluh eman juta
dua ratus rupiah) naik Rp.623.200.000,00 (13,51%). Uang sebesar itu dibagi
dalam beberapa kegiatan untuk mendukung laporan keuangan lebih baik( secara
jelas dan rinci uang sebesar di atas digunakan pada puluhan kegiatan. Apa saja kegiatan
tesebut dapat dibaca dan dilihat pada Perda Nomer: 5 Tahun 2017 tentang PAPBD
halaman 4 sampai 13 pada pos organisasi : Badan Pengelolaan Keuangan,Pendapatan
dan Aset Daerah).
Seyogyanya dengan anggaran
sebesar itu tidak ada alasan untuk tidak menyerahkan data akurat kepada BPK pada saat audit. Kalaupun alasan
keterbatasan SDM di bagian keuangan, sulit diterima akal sehat. Selain SDM ASN di Nias Barat
semakin baik, bukankah bisa diminta tolong kepada pihak ketiga untuk menyusun
daftar aset daerah dan laporan keuangan Pemkab Nias Barat tersebut? Tentu,
tetap pengawasan Ka BPKPAD, karena yang tahu semua pendapatan dan pengeluaran serta
aset daerah adalah Ka BPKPAD. Hal inilah yang menjadi tanda tanya besar yang
perlu dijelaskana oleh bupati Nias Barat. Termasuk apa ada silfa atau defisit
APBD Tahun 2017. Bila masih defisit jangan harap ada perubahan opini.
Kasus Simdesa
Dalam
Nawacita Presiden RI bapak Joko Widodo, nomor 3(tiga) menyatakan : “Membangun Indonesia
dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara
Kesatuan”. Salah satu implementasi dari Nawacita nomor 3(tiga) tersebut yaitu
“bantuan desa”. Pemerintah pusat menyadari betul bahwa pembangunan desa
merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kemiskinan, kesenjangan sosial,
keterisoliran dan keterbelakangan. Membangun desa berarti membangun ketahanan
bangsa, sebab kalau tiap-tiap desa ketahanan dalam bidang Ipoleksoshubhankam kuat
dan menyadari tugas serta tanggung jawabnya kepada negara, maka desa itu maju.
Dampaknya negara indonesia akan menjadi negara kuat dan akan disegani oleh negara-negara
lain. Karena itu dana bantuan desa harus dikelola sesuai juklak dan juknis dan
tida k boleh gagal.
Ada kesan pengelolaan dana
desa di Nias Barat khususnya progaram
Simdesa bermasalah. Kasus tersebut sudah lama mencuat dengan beberapa
pemberitaan media cetak yaitu SIB. Malahan sudah ditangani pihak Kejaksaan
Negeri Gunungsitoli. Kasus ini diharapkan cepat selesai agar tidak berdampak
pada program lain serta kepercayaan pusat tetap terpelihara. Titik terang kasus
ini bisa cepat apabila bupati terutama Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
terbuka dan membantu Kejari Gunungsitoli
dengan memberi data yang dibutuhkan serta tidak memproteksi oknum yang
diduga terlibat. Yakinlah bahwa Kejaksaan Negeri Gunungsitoli akan berkerja
profesional berdasarkan fakta dan bukti. Apabila tidak salah jangan takut.
Apabila kasus ini tidak
cepat selesai akan berdampak buruk pada pembangunan desa di Nias Barat. Selain
kepercayaan pemerintah pusat menurun, juga kepercayaan masyarakat kepada Pemkab
Nias Barat berkurang, apalagi ada informasi yang beredar, bahwa pencairan dana desa tersendat-sendat, bahkan
dana desa tahun 2017 belum semua dicairkan kepada desa. Mengapa? Kemungkinan
karena defisit APBD 2016. Atau digunakan untuk kegiatan lain. Agar hal ini
jelas, diminta kepada DPRD supayaa memanggil Kadis Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa melalui bupati untuk memberi penjelasan yang sebenar-benarnya.
Pemanggilan ini merupakan pelaksanaan
fungsi pengawasan sebagai tindak lanjut dari penilaian DPRD tentang kinerja
Pemkab Nias Barat. Masyarakat akan menilai apakah DPRD konsisten atas temuan
dan penilaian atas kinerja Pemkab Nias Barat atau hanya sekedar mencari
sensasi.
Bagi
masyarakat Nias Barat yang peduli tentang pembagunan di Nias Barat marilah kita
doakan dan memberi dukukangan penuh kepada Kejaksaan Negeri Gunungsitoli untuk
segera menyelesaikan kasus Simdesa di Nias Barat secara hukum. Apa kabar Nias
Barat?..Tiada hari tanpa gembira dan ramai.... ..Lanjutkan...sampai berdaya....
(Timred)
Kita hanya berdoa saja. Semoga Pimpinan dan Aparatur segera memikirkan kepentingan rakyatnya
BalasHapus