Membangun Nias Barat "Dari Minus Menjadi Plus" - Gelora Hukum
IKLAN

Breaking

Jumat, 20 April 2018

Membangun Nias Barat "Dari Minus Menjadi Plus"


Oleh : A.AROZIDUHU GULO, SH,MH (Mantan Bupati Nias Barat)
Gelorahukum (Gunungsitoli) - Masih ingatkah kondisi geografis dari perbatasan desa Simaeasi Kecamatan Mandrehe sampai gereja Katolik dan SD Negeri Onolimbu Kecamatan Lahomi empat puluh tahun yang lalu? Tiga puluh tahun yang lalu? Lima belas  tahun yang lalu? Sembilan tahun yang lalu? Tujuh tahun yang lalu? Kawasan tersebut lima belas tahun yang  lalu, rumah penduduk bisa dihitung dengan jari. Apalagi empat puluh tahun yang lalu jalannya masih memprihatinkan, jalan tanah berlumpur. Kondisi jalan dan kawasannya saya tahu betul, kerena tahun  1974 s/d 1975  saya tinggal di Pastoran Katolik Nias Barat di Desa Onowaembo-Lahomi sebagai asisten Pastor Christian Brockmann Ofm.Cap (alm). Kiri kanan jalan berdiri ribuan pohon karet/pohon lain bersama ilalang dan rerumputan lain yang tumbuh berdampingan dengan subur.



Secara de facto, pada akhir bulan Mei 2009 Pemerintah Kabupaten Nias Barat mulai melaksanakan roda pemerintahan. Saat itu komplek kantor Bupati/DPRD/SKPD yang sekarang ini tidak ada satupun rumah, selain satu unit bangunan darurat yang belum ditembok. Gedung itu dibangun warga Salom bersama masyarakat Nias Barat, yang diberi nama Bangunan Serba Guna (BSG). Setelah dibenahi gedung tersebut menjadi kantor Pejabat Bupati dan beberapa unit kerja. Bahkan setelah ada Bupati/Wakil Bupati defenitif pada bulan april tahun 2011 gedung itu masih dipakai sebagai  kantor Bupati/Wakil bupati sampai awal tahun 2013.  

  
Kisah nyata ini perlu di ingat dan dicatat agar tidak lupa sejarah. Presiden Republik Indonsia Pertama bapak Ir. Soekarno dalam pidatonya saat Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia di istana negara tanggal 17 Agustus 1966 mengatakan dengan tegas: “Jas merah. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.”

Memahami Keadaan
Kompleks kantor SKPD di Kabupaten Nias Barat
Realitas di atas yang menggugah hati bapak Fona Marunduri memberikan kritik konstruktif saat beliau menyampaikan kata sambutan pada acara syukuran pilkada akhir April 2011 di Aula Paroki Salib Suci Mandrehe. Beliau mengatakan : “Membangun Nias Barat  dari minus”. Hal ini perlu didiskusikan secara kritis, obyektip dan transparan, agar pembagunan  tidak dimulai dengan imajinasi melainkan dari alam nyata, kongkrit sesuai budaya dan kearifan lokal. Sehingga kelak pembangunan menjadi milik dan tanggung jawab bersama dalam melanjutkan maupun merawatnya.

Bukan untuk membuka aib, akan tetapi bila dibandingkan dua daerah otonomi baru yang bersamaan pemekaran dengan Nias Barat yaitu kota Gunungsitoli, ibu kotanya di Gunungsitoli (ibu kota Kabupaten Nias sebelum mekar) yang memiki infrastuktur yang lumayan, gedung pemerintah maupun swasta tersedia, sehingga banyak pilihan. Kabupaten Nias Utara ibu kotanya  Lotu yang merupakan ibu kota Kecamatan Lotu yang memiliki dua gedung yang cukup representatif untuk dijadikan kantor bupati sementara yaitu kantor camat Lotu dan Gedung Puskesmas Lotu (baru dibangun), juga ada pilihan. Sedangkan Kabupaten Nias Barat di dalam undang-undang nomor 46/2008 ibu kotanya Lahomi, namun secara defacto berada di desa Onolimbu karena disitu tanah lokasi kantor bupati telah diserahkan. Kondisi geografis maupun infrastruktur gedung sebagaimana digambarkan diatas, yaitu belum ada  gedung yang memadai untuk dijadikan kantor Bupati dan kantor unit kerja lainnya.

Fakta inilah yang mewarnai  kata-kata sambutan saya pada tahun pertama menjabat, sedikit bernada merendah dan sering memakai istilah pak Fona Marunduri yaitu: ”Nias Barat membangun  dari minus. Karena itu semua pihak harus bekerja keras, bahu membahu, saling mengingatkan, dan dalam menggunakan APBD prinsip hemat, tepat sasaran, efesien, efektip, dll, serta program kegiatan diusahakan tuntas, sehingga dampaknya cepat dirasakan oleh masyarakat”.

Interpretasi Yang Berbeda
Diluar perkiraan, istilah membangun dari minus ada pro-kontra. Mereka yang pro mengatakan bahwa memang demikian keadaannya. Kita tidak perlu malu yang penting kita memulai membangun dengan benar. Karena dengan membangun dan memulai dengan benar, bangunan tersebut sudah setengah jadi. Perlu kehati-hatian, jangan buru-buru, krasak-krusuk, janga sibuk tidak menentu, dll. Pembangunan di Nias Barat perlu dimulai dengan benar dan berdasarkan kemampuan daerah. Pembangunan fisik perlu disertai dengan pembinaan mental spritual bagi masyarakat terutama aparat pemerintah.

Sedangkan mereka  yang kontra mengatakan: Nias Barat tidak kalah dengan daerah lain, kaya dengan sumber daya alam seperti kelautan yang kaya akan ikan, tanah yang luas dan subur untuk perkebunan, biji besi, budaya, pariwisata, dll. Apalagi banyak pengusaha putera Nias Barat yang sukses diluar daerah. Potensi inilah harus dimanfaatkan dan didorong oleh pemerintah daerah agar mereka kembali ke daerah untuk infestasi. Apalagi kalau  mereka menggandeng infestor lain.     

Pertemuan Bupati Nias Barat dengan Mahasiswa dari Nias Barat yang kuliah
di Universitas SANATA DHARMA Yogyakarta.
Untuk itu kami sarankan  kepada bupati agar  istilah membangun dari minus jangan dikembangkan lagi. Kita malu, harga diri terinjak, dan yang lebih penting lagi para infestor takut infestasi di Nias Barat.  Apalagi bupati mengatakan bahwa Nias Barat daerah tertinggal dan  miskin. Mereka akan bertanya siapa yang beli produk kita kalau masyarakatnya miskin? Sebaiknya kita mulai membangun yang lebih spetakuler yaitu: SMA unggulan,  Perguruan Tinggi, bandara perintis, pelabuhan laut, hotel, pabrik karet, perkebunan, dll. Inilah yang kita tawarkan kepada infestor. Hanya orang yang percaya diri yang bisa melakukan terobosan. Nias Barat tidak minus, buktinya pemerintah pusat telah memekarkan. Itu artinya persyaratan formal maupun material telah terpenuhi.

Penganut faham ini masih eksis sampai saat in. Ketika pemkab Nias Barat mensosialisasikan hasil negosiasi dengan beberapa pengusaha Singapura pertengahan tahun 2016 bahwa akan dibangun Pabrik Tapioka di Nias Barat, salah satu tokoh diantara mereka   berkata: “Mendengar penjelasan dari bapak bupati, tidak lama lagi Nias Barat menjadi Singapura ke dua di kawasan Asean”. Nias barat hebat, kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya pun hebat sudah puluhan yang sudah S2. Hanya selama ini tidak dikelola dengan baik....dst. Statement tokoh tersebut dapat disebut hiperbola. Luar biasa mimpi bapak itu. Nias Barat menyamai Kota Gungsitoli saja belum tentu bisa dalam tempo 10 tahun lagi, apalagi Singapura. 

Penandatanganan MOU dengan Unimed
Berkaitan dengan sumber daya alam di Nias Barat yang menurut sebagian orang cukup banyak dan belum dikelola dengan baik, perlu penyamaan persepsi agar tidak salah melangkah dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Apakah sumber daya alam tersebut harus dihabaiskan pada zaman kita? Apakah sumber daya alam itu tidak perlu kita tinggalkan untuk anak cucu ? Apakah sumber daya alam itu bisa kita kelola secara mandiri atau kita kasih orang luar untuk mengelolanya dan kita hanya dapat bagian kecil? (seperti PT.Freeport di Papua) Atau kita sabar sedikit sambil menyekolahkan putera-puteri Nias Barat yang berprestasi? (sepeti yang sudah dimulai dari tahun 2012 s/d 2016). Artinya, biarlah Putera-Puteri Nias Barat yang mengelolanya ke depan untuk kesejahteraan mereka. Mereka bukan penonton melainakan pelaku,pemain dan mengatur. Pembangunan Nias Barat bukan hanya sesaat, bukan hanya generasi sekarang, melainkan membangun Nias Barat perlu memperhatikan selain kekinian juga kelangsungan hidup generasi berikutnya.  
  
Mengapa Harus Malu
Menerima keadaan apa adanya bukan berarti tidak berusaha, justru ini yang menyemangati membangunan secara step by step  dengan prinsip sebagaimnan  diatur dalam Kemendagri Nomor 13/2006 pasal 4 ayat (1) : “Keuangan daerah dikelola secara tertip, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efesien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.” Penerapan ayat di atas sering mendapat tantangan saat pembahasan RAPBD dengan DPRD  antara lain : Pertama, pengadaan mobil dinas DPRD. Pihak eksekutf tidak setuju  karena bertentanagn azas kepatutan.  Masyarakat masih banyak yang miskin dan jalan raya juga masih banyak yang rusak. Kok DPRD mau beli mobil baru? Kedua, aspirasi DPRD tidak tertampung semua, ini perlu dibatasi agar tidak telalu banyak defisit pada akhir tahun. Ketiga, ada anggota DPRD yang ngotot agar di kecamatan asalnya sekian miliar. Ini perlu dibatasi, bukan tidak menghargai anggota DPRD tersebut, melainkan agar azas keadilan tidak terabaikan. Keempat, program harus fokus, jangan dipecah-pecah menjadi banyak kegiatan proyek, sehingga hasilnya tidak nampak.

Pada rapat pimpinan SKPD bupati/wakil bupati selalu menekankan bahwa uang daerah sebesar satu sen pun penggunaannya harus tepat dan dapat dipertanggung jawabkan menurut administrasi keuangan. Maka selama lima tahun kemepimpinan kami, pembelian mobil dinas untuk pimpinan SKPD sangat selektif termasuk pembelian mobil jabatan/dinas bupati. Selama lima tahun bupati dan ketua tim penggerak PKK tidak memakai mobil baru, melainkan hanya memakai mobil bekas pengadaan tahun 2009, terkecuali mobil dinas DPRD telah diadakan secara bertahap sebanyak 20 unit mobil dan 20 unit roda dua (Semua anggota DPRD dapat). Inilah salah satu pengaruh menerima keadan apa adanya bahwa kita membangun dari minus, timbul kesadaran kolektip bahwa penggunaan uang daerah harus sesuai peraturan perundang- undangan. Hasilnya keuangan daerah stabil, tidak defisit malah silfa. Semua tanggung jawab kepada rekanan dibayar, kecuali karena administrasi rekanan belum lengkap dan/atau masa pemeliharaan belum selesai (retensi), pembayarannya dipending, namun uangnya ditampung dalam APBD tahun berikutnya (tunda bayar). Sehingga rekanan tidak dirugikan dan pimpinan SKPD tidak dikejar-kejar.

Walaupun demikian  selama lima tahun (13 April 2011 – 13 April 2016) hasilnya silahkan dinilai oleh masyarakat. Bukan untuk memamerkan keberhasilan, melainkan hanya sekedar memberikan informasi bahwa selang waktu di atas telah “meletakan dasar pembangunan di Nias Barat” dengan membangun kantor bupati/dprd/skpd/camat/ruma jabatan bupati/wakil bupati/ketua DPRD (saat itu siap 50%). Dan jalan di ibu kota kabupaten/jalan menjuju ibu kota kecamatan telah diaspal hotmix beberapa kilo meter. Sekarang tidak ada SKPD yang menyewa kantor. Untuk itu diharapkan pelayanan kepada manyarakat semakin maksimal dan pembangunan dilanjutkan  menuju Nias Barat Berdaya.

Selain itu, ratusan putera-puteri Nias Barat yang berprestasi diberi beasiswa kuliah di beberapa universitan negeri maupun swasta yang bonafit. Ratusan guru ditingkatkan pendidikannya ke jenjang S 1 (Sarjana) bekerja sama dengan Universitas Negeri Medan. Ratusan ASN diberikan ijin belajar menyelesaikan sarjana pada UT, STIKES dan Sarimutiara di Medan. Puluhan ASN diberi tugas belajar/beasiswa di USU untuk mengikuti program S 2 dan puluhan juga ASN diberi injin belajar di UHN-Medan untuk mengikuti program S 2, dll. Itu semua menjadi aset Nias Barat menuju berdaya. (sesuai data BKD tahun 2016 dan telah dimuat dalam buku Kenangan Indah Selama Menjadi Bupati halaman 51 dan 253).

Akhirnya saya menutup tulisaan ini dengan mengutip pendapat psykolog besar bernama Alfred Alden berkata: ”bahwa sifat manusia yang paling istimewa ialah kemampuannya untuk mengubah minus menjadi plus, (Timred)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOSOK