![]() |
Oleh : A.AROZIDUHU GULO, SH,MH (Mantan Bupati Nias Barat) |
Gelorahukum (Gunungsitoli) - Masih
ingatkah kondisi geografis dari perbatasan desa Simaeasi Kecamatan Mandrehe
sampai gereja Katolik dan SD Negeri Onolimbu Kecamatan Lahomi empat puluh tahun
yang lalu? Tiga puluh tahun yang lalu? Lima belas tahun yang lalu? Sembilan tahun yang lalu?
Tujuh tahun yang lalu? Kawasan tersebut lima belas tahun yang lalu, rumah penduduk bisa dihitung dengan
jari. Apalagi empat puluh tahun yang lalu jalannya masih memprihatinkan, jalan
tanah berlumpur. Kondisi jalan dan kawasannya saya tahu betul, kerena tahun 1974 s/d 1975 saya tinggal di Pastoran Katolik Nias Barat di
Desa Onowaembo-Lahomi sebagai asisten Pastor Christian Brockmann Ofm.Cap (alm). Kiri
kanan jalan berdiri ribuan pohon karet/pohon lain bersama ilalang dan rerumputan
lain yang tumbuh berdampingan dengan subur.
Secara de facto, pada akhir bulan Mei 2009 Pemerintah Kabupaten Nias Barat mulai melaksanakan roda pemerintahan. Saat itu komplek kantor Bupati/DPRD/SKPD yang sekarang ini tidak ada satupun rumah, selain satu unit bangunan darurat yang belum ditembok. Gedung itu dibangun warga Salom bersama masyarakat Nias Barat, yang diberi nama Bangunan Serba Guna (BSG). Setelah dibenahi gedung tersebut menjadi kantor Pejabat Bupati dan beberapa unit kerja. Bahkan setelah ada Bupati/Wakil Bupati defenitif pada bulan april tahun 2011 gedung itu masih dipakai sebagai kantor Bupati/Wakil bupati sampai awal tahun 2013.
Kisah
nyata ini perlu di ingat dan dicatat agar tidak lupa sejarah. Presiden Republik
Indonsia Pertama bapak Ir. Soekarno dalam pidatonya saat Ulang Tahun Kemerdekaan
Republik Indonesia di istana negara tanggal 17 Agustus 1966 mengatakan dengan
tegas: “Jas merah. Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.”
Memahami Keadaan
![]() |
Kompleks kantor SKPD di Kabupaten Nias Barat
|
Realitas
di atas yang menggugah hati bapak Fona Marunduri memberikan kritik konstruktif
saat beliau menyampaikan kata sambutan pada acara syukuran pilkada akhir April
2011 di Aula Paroki Salib Suci Mandrehe. Beliau mengatakan : “Membangun
Nias Barat dari minus”. Hal ini
perlu didiskusikan secara kritis, obyektip dan transparan, agar pembagunan tidak dimulai dengan imajinasi melainkan dari alam
nyata, kongkrit sesuai budaya dan kearifan lokal. Sehingga kelak pembangunan menjadi
milik dan tanggung jawab bersama dalam melanjutkan maupun merawatnya.
Bukan untuk membuka aib, akan tetapi bila
dibandingkan dua daerah otonomi baru yang bersamaan pemekaran dengan Nias Barat
yaitu kota Gunungsitoli, ibu kotanya di Gunungsitoli (ibu kota Kabupaten Nias
sebelum mekar) yang memiki infrastuktur yang lumayan, gedung pemerintah maupun
swasta tersedia, sehingga banyak pilihan. Kabupaten Nias Utara ibu kotanya Lotu yang merupakan ibu kota Kecamatan Lotu
yang memiliki dua gedung yang cukup representatif untuk dijadikan kantor bupati
sementara yaitu kantor camat Lotu dan Gedung Puskesmas Lotu (baru dibangun),
juga ada pilihan. Sedangkan Kabupaten Nias Barat di dalam undang-undang nomor
46/2008 ibu kotanya Lahomi, namun secara defacto berada di desa Onolimbu karena
disitu tanah lokasi kantor bupati telah diserahkan. Kondisi geografis maupun infrastruktur
gedung sebagaimana digambarkan diatas,
yaitu belum ada gedung yang memadai
untuk dijadikan kantor Bupati dan kantor unit kerja lainnya.
Fakta
inilah yang mewarnai kata-kata sambutan
saya pada tahun pertama menjabat, sedikit bernada merendah dan sering memakai
istilah pak Fona Marunduri yaitu: ”Nias Barat membangun dari minus. Karena itu semua pihak harus
bekerja keras, bahu membahu, saling mengingatkan, dan dalam menggunakan APBD
prinsip hemat, tepat sasaran, efesien, efektip, dll, serta program kegiatan diusahakan
tuntas, sehingga dampaknya cepat dirasakan oleh masyarakat”.
Interpretasi Yang Berbeda
Diluar
perkiraan, istilah membangun dari minus
ada pro-kontra. Mereka yang pro mengatakan bahwa memang demikian keadaannya. Kita
tidak perlu malu yang penting kita memulai membangun dengan benar. Karena dengan
membangun dan memulai dengan benar, bangunan tersebut sudah setengah jadi.
Perlu kehati-hatian, jangan buru-buru, krasak-krusuk, janga sibuk tidak menentu,
dll. Pembangunan di Nias Barat perlu dimulai dengan benar dan berdasarkan
kemampuan daerah. Pembangunan fisik perlu disertai dengan pembinaan mental
spritual bagi masyarakat terutama aparat pemerintah.
Sedangkan
mereka yang kontra mengatakan: Nias
Barat tidak kalah dengan daerah lain, kaya dengan sumber daya alam seperti
kelautan yang kaya akan ikan, tanah yang luas dan subur untuk perkebunan, biji
besi, budaya, pariwisata, dll. Apalagi banyak pengusaha putera Nias Barat yang
sukses diluar daerah. Potensi inilah harus dimanfaatkan dan didorong oleh
pemerintah daerah agar mereka kembali ke daerah untuk infestasi. Apalagi kalau mereka menggandeng infestor lain.
![]() |
Pertemuan Bupati Nias Barat dengan Mahasiswa dari Nias
Barat yang kuliah
di Universitas SANATA DHARMA Yogyakarta.
|
Penganut
faham ini masih eksis sampai saat in. Ketika pemkab Nias Barat mensosialisasikan
hasil negosiasi dengan beberapa pengusaha Singapura pertengahan tahun 2016
bahwa akan dibangun Pabrik Tapioka di Nias Barat, salah satu tokoh diantara
mereka berkata: “Mendengar penjelasan
dari bapak bupati, tidak lama lagi Nias Barat menjadi Singapura ke dua di
kawasan Asean”. Nias barat hebat, kaya akan sumber daya alam dan sumber
daya manusianya pun hebat sudah puluhan yang sudah S2. Hanya selama ini tidak
dikelola dengan baik....dst. Statement tokoh tersebut dapat disebut
hiperbola. Luar biasa mimpi bapak itu. Nias Barat menyamai Kota
Gungsitoli saja belum tentu bisa dalam tempo 10 tahun lagi, apalagi Singapura.
![]() |
Penandatanganan MOU dengan Unimed |
Berkaitan
dengan sumber daya alam di Nias Barat yang menurut sebagian orang cukup banyak
dan belum dikelola dengan baik, perlu penyamaan persepsi agar tidak salah melangkah
dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: Apakah sumber daya alam
tersebut harus dihabaiskan pada zaman kita? Apakah sumber daya alam itu tidak
perlu kita tinggalkan untuk anak cucu ? Apakah sumber daya alam itu bisa kita
kelola secara mandiri atau kita kasih orang luar untuk mengelolanya dan kita
hanya dapat bagian kecil? (seperti PT.Freeport di Papua) Atau kita sabar
sedikit sambil menyekolahkan putera-puteri Nias Barat yang berprestasi? (sepeti
yang sudah dimulai dari tahun 2012 s/d 2016). Artinya, biarlah Putera-Puteri
Nias Barat yang mengelolanya ke depan untuk kesejahteraan mereka. Mereka bukan
penonton melainakan pelaku,pemain dan mengatur. Pembangunan Nias Barat bukan
hanya sesaat, bukan hanya generasi sekarang, melainkan membangun Nias Barat
perlu memperhatikan selain kekinian juga kelangsungan hidup generasi
berikutnya.
Mengapa Harus Malu
Menerima
keadaan apa adanya bukan berarti tidak berusaha, justru ini yang menyemangati membangunan
secara step by step dengan prinsip
sebagaimnan diatur dalam Kemendagri
Nomor 13/2006 pasal 4 ayat (1) : “Keuangan daerah dikelola secara tertip, taat
pada peraturan perundang-undangan, efektif, efesien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.” Penerapan
ayat di atas sering mendapat tantangan saat pembahasan RAPBD dengan DPRD antara lain : Pertama, pengadaan mobil dinas DPRD. Pihak
eksekutf tidak setuju karena bertentanagn
azas kepatutan. Masyarakat masih banyak
yang miskin dan jalan raya juga masih banyak yang rusak. Kok DPRD mau beli
mobil baru? Kedua, aspirasi DPRD tidak tertampung
semua, ini perlu dibatasi agar tidak telalu banyak defisit pada akhir tahun. Ketiga, ada anggota DPRD yang ngotot
agar di kecamatan asalnya sekian miliar. Ini perlu dibatasi, bukan tidak
menghargai anggota DPRD tersebut, melainkan agar azas keadilan tidak
terabaikan. Keempat, program harus fokus, jangan
dipecah-pecah menjadi banyak kegiatan proyek, sehingga hasilnya tidak nampak.
Pada
rapat pimpinan SKPD bupati/wakil bupati selalu menekankan bahwa uang daerah sebesar satu sen pun penggunaannya harus tepat dan dapat
dipertanggung jawabkan menurut administrasi keuangan. Maka selama lima tahun kemepimpinan
kami, pembelian mobil dinas untuk pimpinan SKPD sangat selektif termasuk pembelian mobil jabatan/dinas
bupati. Selama lima tahun bupati dan ketua tim penggerak PKK tidak memakai
mobil baru, melainkan hanya memakai mobil bekas pengadaan tahun 2009,
terkecuali mobil dinas DPRD telah diadakan secara bertahap sebanyak 20 unit
mobil dan 20 unit roda dua (Semua anggota DPRD dapat). Inilah salah satu
pengaruh menerima keadan apa adanya bahwa kita membangun dari minus, timbul
kesadaran kolektip bahwa penggunaan uang daerah harus sesuai peraturan
perundang- undangan. Hasilnya keuangan daerah stabil, tidak defisit malah silfa.
Semua tanggung jawab kepada rekanan dibayar, kecuali karena administrasi
rekanan belum lengkap dan/atau masa pemeliharaan belum selesai (retensi),
pembayarannya dipending, namun uangnya ditampung dalam APBD tahun berikutnya (tunda
bayar). Sehingga rekanan tidak dirugikan dan pimpinan SKPD tidak dikejar-kejar.
Walaupun
demikian selama lima tahun (13 April
2011 – 13 April 2016) hasilnya silahkan dinilai oleh masyarakat. Bukan untuk memamerkan keberhasilan,
melainkan hanya sekedar memberikan informasi bahwa selang waktu di atas telah
“meletakan dasar pembangunan di Nias Barat” dengan membangun kantor bupati/dprd/skpd/camat/ruma jabatan bupati/wakil bupati/ketua DPRD (saat itu siap 50%). Dan
jalan di ibu kota kabupaten/jalan menjuju ibu kota kecamatan telah diaspal
hotmix beberapa kilo meter. Sekarang tidak ada SKPD yang menyewa kantor. Untuk itu diharapkan pelayanan kepada manyarakat
semakin maksimal dan pembangunan dilanjutkan menuju Nias Barat Berdaya.
Selain
itu, ratusan putera-puteri Nias Barat yang berprestasi diberi beasiswa kuliah
di beberapa universitan negeri maupun swasta yang bonafit. Ratusan guru
ditingkatkan pendidikannya ke jenjang S
1 (Sarjana) bekerja sama dengan Universitas Negeri Medan. Ratusan ASN diberikan
ijin belajar menyelesaikan sarjana pada UT, STIKES dan Sarimutiara di Medan.
Puluhan ASN diberi tugas belajar/beasiswa di USU untuk mengikuti program S 2 dan puluhan
juga ASN diberi injin belajar di UHN-Medan untuk mengikuti program S 2, dll. Itu
semua menjadi aset Nias Barat menuju berdaya. (sesuai data BKD tahun 2016 dan
telah dimuat dalam buku Kenangan Indah Selama Menjadi Bupati halaman 51 dan
253).
Akhirnya saya menutup tulisaan ini dengan mengutip pendapat psykolog besar bernama Alfred Alden berkata: ”bahwa sifat manusia yang paling istimewa ialah kemampuannya untuk mengubah minus menjadi plus, (Timred)
Akhirnya saya menutup tulisaan ini dengan mengutip pendapat psykolog besar bernama Alfred Alden berkata: ”bahwa sifat manusia yang paling istimewa ialah kemampuannya untuk mengubah minus menjadi plus, (Timred)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar