Firman Jaya Daeli, S.H
JAKARTA, Gelora Hukum - Sebuah Buku Bacaan Berupa Kumpulan Sejumlah Tulisan, Yang Berjudul
“Pancasila Rumah Bersama”, Menghadirkan Buah Pemikiran Tajam, Aktual,
Strategis, Dan Visioner Dalam Bentuk Tulisan Dari Beberapa Tokoh, Pejabat
Tinggi, Akademisi, Politisi, Dan Aktifis. Mereka Yang Mengemukakan Pemikiran
Dan Tulisan Dalam Buku “Pancasila Rumah Kita”, Antara Lain : (1). Ketua MPR-RI
Zulkifli Hasan ; (2). Ketua DPD-RI Oesman Sapta Odang ; (3). Menteri Pemuda Dan
Olahraga Imam Nachrawi ; (4) Kapolri Jenderal Pol. Prof. Tito Karnavian, MA,
PhD ; (5). Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Prof. Dr. Sri Adiningsih ; (6).
Anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP
PIP) Dr. A.A. Yewangoe ; (7). Kepala UKP PIP Dr. Yudi Latif, MA ; (8). Mantan
Anggota Komisi Politik Dan Hukum DPR-RI Firman Jaya Daeli ; (9). Anggota DPD-RI
Mamberob Rumakiek ; (10). Mantan Rektor Universitas Pattimura - Ambon, Maluku
Prof. Dr. Thomas Pentury ; (11). Guru Besar Universitas Hasanuddin - Makassar,
Sulsel Prof. Dr. Marthen Napang ; (12). Sahat Martin Philip Sinurat.
Firman Jaya Daeli, Tokoh
Nasional Asal Kepulauan Nias, secara khusus diminta menyumbangkan tulisan dalam “Prakata Buku”,
dengan judul prakata : "Indonesia Raya Dan Agenda Membumikan
Pancasila", bahwa Konstitusi UUD 1945 secara meyakinkan sudah merumuskan
dengan sangat jelas dan tegas mengenai Pancasila.
Perumusan materi Sila-Sila Pancasila di dalam Pembukaan UUD 1945
pada dasarnya menyampaikan pesan tegas dan tekad keras akan keberadaan
Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Keabsahan konstitusional Pancasila tidak hanya sekadar karena
tercantum dan tertera di dalam Pembukaan UUD 1945, melainkan juga karena
kenyataan sosial dan kebenaran kultural. Sila-Sila Pancasila sungguh-sungguh merupakan
pengalaman dan pergerakan kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Pengalaman dan pergerakan ini adalah sifat kepribadian dan sikap
kebudayaan yang luhur dan manusiawi dari masyarakat dan bangsa Indonesia. Sifat
dan sikap ini merupakan gugusan kenyataan dan rangkaian kebenaran atas
perjalanan dan perkembangan Indonesia. Hal ini makin mengukuhkan Pancasila
sebagai sebuah cerminan faktual dan aktual Indonesia Raya.
Pancasila memiliki kewibawaan moral dan kekuatan kultural karena
secara otentik merupakan Indonesia yang "sesungguhnya dan
senyatanya". Pancasila digali Bung Karno dari tengah-tengah masyarakat dan
bangsa Indonesia, digali dari sifat kepribadian dan sikap kebudayaan nasional,
digali dari peradaban Indonesia Raya.
Pancasila digali dari kehidupan dan kepribadian nasional Indonesia.
Pancasila tidak menjaga jarak, tidak berjarak, dan tidak asing dengan
Indonesia. Pancasila justru melekat langsung dengan Keindonesian, dan sudah
bersama dengan Keindonesiaan sejak dahulu kala sampai seterusnya.
Pancasila senantiasa berdiri tegak, berjalan kuat, dan bergerak
dinamis sebagai sebuah ideologi yang melandasi dan mendasari keberadaan dan
kemajuan NKRI untuk mewujudkan tujuan nasional dan janji-janji Proklamasi
Kemerdekaan.

Teks Tujuan Nasional NKRI dan Pancasila sebagai ideologi dan dasar
NKRI terterakan dan teramanatkan di dalam Pembukaan UUD 1945 - untuk selalu
mengingatkan dan memastikan bahwa Pancasila mesti diamankan dan dijalankan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Titik awal berangkat,
proses dinamika berjalan, dan arah akhir orientasi perjuangan dan pencapaian
tujuan nasional harus terus menerus diselenggarakan berlandaskan dan
berdasarkan Pancasila.
Pembukaan UUD 1945 memuat keberadaan dan kehidupan Indonesia Raya.
Materi muatan ini sungguh amat bersifat prinsipil dan merupakan dasar-dasar
terpenting dan terutama dari pemerdekaan (pendirian, pembentukan, dan pemajuan)
Indonesia. Pancasila dan prinsip-prinsip dasar kebangsaan dan kenegaraan
terkandung jelas dan kuat di dalam Pembukaan UUD 1945. Eksistensi NKRI ada di
dalamnya sehingga Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diganggu gugat bahkan tidak
boleh diubah.
Pancasila tambah bersinar terang benderang manakala diaktualkan, dijalankan,
dan dibumikan secara utuh dan menyeluruh. Sila-Sila Pancasila difahami dan
disemangati untuk diwujudkan maknanya dengan saling melengkapi dan menguati.
Pemaknaan Pancasila semakin menemukan ruang bermanfaat dan mendapatkan pijakan
berguna ketika Sila-Sila Pancasila tumbuh subur penyelenggaraannya dengan
saling menyempurnakan dan memajukan.
Penyelenggaraan Pancasila secara utuh dan menyeluruh dengan format
dan pola seperti ini pada gilirannya melahirkan dan membangkitkan toleransi dan sekaligus menguburkan
dan meniadakan intoleransi dengan segala yang beraroma ekstrimisme,
fundamentalisme, dan radikalisme dalam aliran tertentu. NKRI dengan ideologi
Pancasila menawarkan dan menyediakan keragaman (Bhinneka Tunggal Ika).
Pancasila adalah sebuah ideologi NKRI yang mengandung dan menjamin
keterbukaan dan kebhinekaan. Doktrin ini secara pasti dan tegas tidak pernah
bahkan tidak akan menawari dan memberi sebuah perspektif tunggal dan tertutup
yang wajib berlaku untuk dikenakan dan diterapkan bagi seluruh masyarakat dan
bangsa Indonesia yang sangat berbhinneka. Apalagi jika perspektif tunggal dan
tertutup tersebut bertentangan dan menentang hakekat dan kodrati Indonesia Raya
yang plural, majemuk, aneka ragam (Bhinneka Tunggal Ika).
Lebih-lebih lagi jika perspektif tersebut
berlawanan arah dan bersimpangan nafas dengan Pancasila. Masyarakat dan bangsa
Indonesia (negara bangsa) tidak dilahirkan, tidak didirikan, tidak
diperuntukkan, dan tidak dikenal hanya dengan seni dan budaya tunggal, adat
istiadat tunggal, bahasa dan busana daerah tunggal, profesi dan golongan
tunggal, suku dan etnik tunggal, agama dan kepercayaan tunggal. Indonesia
justru bertahan, berkekuatan, dikenal, dan diperhitungkan karena terdiri dari
beragam dan berbhinneka agama dan kepercayaan, suku dan etnik, profesi dan
golongan, bahasa dan busana daerah, adat istiadat, seni dan budaya. Demikian
menurut pemikiran Firman Jaya Daeli yang dikutip sebagian kecil saja dari
tulisan lengkap utuh Prakata Buku ini. [A1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar