Bukan Waktunya Saling Menyalahkan - Gelora Hukum
IKLAN

Breaking

Rabu, 02 September 2020

Bukan Waktunya Saling Menyalahkan

Adrianus Aroziduhu Gulo, SH, MH
GUNUNG SITOLI, GELORA HUKUM - Bukan Waktunya Saling Menyalahkan
Pada umumnya masyarakat di kepulauan Nias terkejut mendengar berita bahwa di tiga daerah otonom yaitu kota Gunungsitoli, Nias Utara dan Nias Barat sudah ada yang terpapar Covid 19. Menurut data sementara tanggal 27 Agustus 2020 yang disampaikan Gugus Tugas  Percepatan Penanganan  Covid 19 kota Gunungsitoli bahwa di kota Gunungsitoli telah terpapar covid 19 sebanyak 33 (tiga puluh tiga) orang. Sebelumnya ada berita di Nias Utara telah terpapar covid 19 sebanyak 7 (tujuh) orang sebagaimana diberitakan wartanias,com tanggal 24 Agustus 2020 dan Nias Barat telah terpapar covid 19 sebanyak 1 (satu) orang. Belum termasuk yang telah dirapid test yang hasilnya rekatif dan menunggu hasil test SWAB TRC.

Keterkejutan masyarakat Nias dapat dipahami karena selama ini kepulauan Nias relatif aman dari covid 19. Walaupun sekitar bulan Juni 2020 ada seorang warga kota Gunungsitoli bernama RL yang terdektsi terpapar covid 19, namun setelah ditangani RSU Gunungsitoli dan Pemerintah Kota Gunungsitoli secara protokol kesehatan dan dinyatakan sembuh, maka RL dipersilahkan pulang ke rumah. Akan tetapi pada bulan Agustus 2020  dalam tempo satu minggu yang terpapar covid 19 sangat signifikan sebagaimana data sementara di atas. Secara nasional pun pada bulan Agustus 2020 peningkatan yang terpapar covid 19 cukup signifikan, contoh : tgl, 28-8-20 terpapar sebanyak 3003 orang, tgl, 29-8-20 terpapar sebanyak 3308 orang.

Dulu Nias tergolong zona kuning sekarang termasuk zona merah terutama kota Gunungsitoli. Kondisi ini membuat kita prihatin dan  mengajukan pertanyaan. Dari mana sumber penularan covid 19 terebut? Secara jujur dan tidak ada niat untuk menyudutkan seseorang maupun lembaga. Namun untuk kepentingan bersama marilah kita urai perkembangan  penularan covid 19 di Nias sebagai bahan evaluasi yaitu : Saudara RL pasien pertama covid 19, punya KTP kota Gunungsitoli, namun karena sesuatu tugas ia  berdomisili di Manado, ia pulang ke Nias berhubung orang tuanya meninggal.
Sementara terpapar nomor 2 dan 3 di kota Gunungsitoli saat ke luar Nias  kemumgkinan mereka terpapar covid 19 di tempat baru dan dirawat di sana, karena mereka punya KTP kota Gunungsitoli, maka data mereka dimasukan pada data terpapar covid 19 kota Gungungsitoli. Selanjutnya terpapar covid 19  nomor 4 (empat) kota Gungungsitoli an. SZ yang diduga sebagai sumber penularan covid 19 di kota Gunungsitoli, mengaku tidak pernah keluar Nias. Timbul pertanyaan. Dari mana SZ terpapar covid 19? Biarlah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Kota Gunungssitoli menelusurinya agar penyebaran covid 19 dapat dilokalisir.

Dugaan sementara bahwa SZ sebagai penular Covid 19 kepada beberapa orang bisa dipahami karena sebagian besar yang terpapar tersebut satu tempat ibadah dengan SZ, apalagi SZ seorang pelayan di gereja tersebut. Namun, dugaan ini bukan dalam arti menyalahkan SZ. Mengapa ? Bukan waktunya saling menyalahkan, melainkan waktunya mencari orang yang menularkan covid 19 kepada SZ agar orang tersebut tidak berkeliran dan menambah lagi yang terpapar covid 19.

Lain halnya yang dialami saudara-saudara dari Nias Utara dan Nias Barat, dinyatakan terpapar setelah pulang melakukan perjalanan dinas di luar Nias. Demikian juga RL diduga ia terpapar covid 19 di Menado atau saat perjalanan pulang menuju Nias. Dengan menyimak penularan covid 19 di atas dapat diambil kesimpukan sementara bahwa sumber penularan covid 19 di Nias yaitu : “melalui orang yang melakukan perjalan pribadi, bisnis dan dinas ke luar Nias atau orang  yang datang ke Nias dengan urusan pribadi, bisnis, dinas dan lain-lain”.

Menurut penulis, SZ itu adalah korban dan harus dilindungi. Ia terpapar covid 19 akibat ulah orang yang tidak bertanggungjawab atas keselamatan bersama. Mudah-mudahan orang yang menularkan covid 19 kepada SZ cepat sadar dan menyerahkn diri kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 di daerahnya untuk dirawat. Apa yang dialami SZ merupakan pembelajaran dan “peringatan keras” kepada kita semua bahwa musuh covid 19 ada dimana-mana dan tidak kelihatan. Ia datang dengan tiba-tiba dan menyerang tanpa ampun. Untuk mencegahnya tetap menerapkan protokol kesehatan.

Tidak Perlu Malu
Ada kesan orang yang terpapar covid 19 selain takut, juga, “malu”. Kalau takut itu wajar-wajar saja karena setiap virus terutama covid 19 yang sudah masuk di dalam tubuh manusia pasti ada dampaknya. Jika daya tahan tubuh (imun)  kuat dan cara pengobatannya benar dapat sembuh, sebaliknya jika daya tahan tubuh rendah dan cara pengobatan tidak maksimal dapat mengakibatkan kematian. Namun, “malu” karena tepapar covid 19 suatu sikap yang keliru. Mengapa? Penularan pandemi covid 19 hampir sama caranya dengan pandemi seperti colera, tuberculosis, flu burung, cacar dan lain-lain, hanya pandemi tersenut sudah ada obatnya.

Lalu, mengapa harus malu terpapar covid 19? Rasa malu ini, juga,  dapat dipahami karena pemberitan tentang covid 19 kadang berlebihan seperti saat: pemeriksaan, perawatan, isolasi, dan terutama saat pemakaman kelihatannya seram dan lain-lain. Untuk itu kepada Gugus Tugas Percepatan penangana covid 19 dan semua pihak perlu meningkatkan sosialisasi dan pendampingan serta pemberitaan yang berimbang  kepada masyarakat. Perlu dijelaskan bahwa  orang yang terpapar covi 19, bukan karena kutukan, dosa, aib dan lain-lain, bahkan yang terpapar covid 19  banyak orang baik-baik seperti : dokter, perawat, pejabat, tokoh masyarakat, tokoh agama.

Justru kalau malu akibatnya bisa lebih fatal pada diri sendiri, keluarga dan orang lain. Untuk itu, apabila ada gejala demam, batuk, sesak nafas dan lain-lain segera melapor ke Puskesmas terdekat minta diperiksa. Pada saat datang ke Pukesmas tetap pakai masker, jaga jarak dan tidak bersalaman serta memberitahukan kalau sudah melakukan perjalanan luar kepulauan Nias atau pernah bergabung dengan orang yang patut dicurigai terpapar covid 19 atau pernah ikut pesta/keramaian/ibadah dan lain-lain dimana diantara persetanya ada yang telah terpapar covid 19.

Kejujuran ini penting selain membatasi penularan covid 19, juga,  agar tim kesehatan di Puskesmas tersebut bisa mempersiapkan diri menggunakan APD sesuai standar protokol kesehatan. Intinya kita saling menjaga. Itikat saling menjaga disertai penerapan protokol kesehatan dapat membatasi gerak gerik pandemi covid 19. Kesadaran untuk menjaga diri dan  orang lain saat pandemi covid 19 sangat dibutuhkan. Sementara sikap : acuh tak acuh, tidak mau tahu, tidak disiplin, saling menyalahkan dan lai-lain merupakan carpet merah covid 19.

Kesadaran ini harus diwujudkan dalam sikap seperti : Pertama, Kalau tidak penting sekali jangan keluar daerah dan yang ada diluar Nias tunda pulang kampung dulu. Kedua, Kegiatan/pesta yang dapat menghadirkan lebih dari 10 (sepuluh) orang tunda atau hindari. Ketiga, Patuh dan taat pada protokol kesehatan. Keempat, Tidak perlu malu kalau terpapar covid 19. Kelima, Tidak memaksakan diri ikut ibadah bersama. Keenam. Saling menguatkan dalam doa dan lain-lain.

Akhirnya, marilah kita lawan bersama-sama covid 19 dengan saling menjaga dan mengikuti pedoman yang disampaikan oleh pemerintah, lembaga keagamaan, tokoh masyarakat. Selanjutnya, bila diri sendiri /keluarga/famili/tetangga dan lain-lain ada gejala covid 19 jangan malu berobat serta tidak perlu malu, apalagi saling menyalahkan. Bersama kita bisa. Kalau bukan sekarang melawan covid 19, kapan lagi? Kalau bukan kita yang melawan/mengusir covid 19, siapa lagi?.

Sekali lagi saya sampaikan peromhonan maaf kepada teman/kenalan/sahabat kalau sebelum ini atau yang akan datang tidak bisa hadir pada acara pesta, kemalangan, ibadah, syukuran dan lain-lain.  Semua itu saya lakukan untuk menghormati protokol kesehatan yang telah ditetapkan  oleh pemerintah. Salam Sehat.

Oleh: Adrianus Aroziduhu Gulo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOSOK