Penulis: Adrianus Aroziduhu Gulo
(Mantan Bupati Nias Barat)
Nias Barat, Gelora Hukum - Pada umumnya masyarakat Nias Barat
tidak menginginkan pimpinannya menjadi bahan gunjingan yang tidak jelas
ujungnya. Apalagi menjadi viral di media sosial karena diduga menerima
gratifikasi dari seseorang dan menjanjikan jabatan kepada orang tertentu.
Perguncingan ini mulai dibahas sejak bulan oktober 2016, ketika saudara
Armansyah Harefa,SE melaporkan bupati Nias Barat Faduhusi Daeli, SPd kepada
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas tuduhan dugaan mererima gratifikasi dari
saudara Naaso Daeli. Pada pengaduan tersebut saudara Armansyah menyerahkan
beberapa alat bukti atau petunjuk, salah satu diantaranya ialah: “Sebuah
vidio rekaman Transaksi uang dari ND
kepada FD.” Dalam vidio itu nampak beberapa orang, salah satu diantaranya
seorang ibu yang sempat bersapaan dengan ND, tidak jelas apakah kehadiran
mereka saat itu sengaja atau kebetulan.
Reaksi Masyarakat
Saat itu masyarakat terkejut, heran, kecewa
dan penuh tanya. Mengapa dan apakah ini benar terjadi? Namun, apa yang mau dikatakan. Itulah yang diperlihatkan dalam vidio
tersebut, sehingga timbul pro-kontra, ada yang membela, ada yang menyesali, dan ada
yang mengutuk. Apabila diamati reaksi masyarakat pada media sosial (medsos) dan
pertemuan-pertemuan non formal maupun formal terhadap isi rekaman vidio
tersebut, maka ada beberapa pendapat, tanggapan atau komentar sebagai berikut:
Pertama,
ada yang tidak percaya, karena tidak mungkin FD melakukan perbuatan yang
serendah itu, apalagi ia pejabat negara, hal seperti itu dilarang. Itu fitnah
dan bila rekaman vidio itu benar, itu merupakan jebakan.
Kedua, ada
yang mempertanyakan tujuan ND melakukan perekaman tanpa sepengetahuan FD dan
tanpa perintah dari penegak hukum, hal ini bertentangan dengan hukum karena itu
kita dorong FD untuk melaporkan kepada penegak hukum, sebab tindakan ND dapat
mencemarkan nama baik kepala daerah, simbol dan lambang daerah.
Ketiga,
sebagian berpendapat bahwa menerima uang sogak/suap/gatifikasi bergantung pada
mentalitas dan iman orangnya tidak terletak pada jabatan. Orang yang kuat
mental dan iman tidak akan menerima uang yang bukan haknya, apapun jabatannya.
Keempat,
oh...uang... siapa yang menolak kalau diberikan,
orang gila saja mau/butuh uang apalagi orang sehat. Pada saat mati saja butuh
uang, apalagi saat hidup.
Kelima,
kenapa dipersoalkan terus masalah rekaman vidio, ini sudah damai, apa lagi yang
diributkan, kalau mau menjadi bupati persiapkan dirimu pada pilkada berikutnya.
Keenam,
sebaiknya kepada semua pihak, hendaknya menahan diri untuk berkomentar, jangan
komentar kita justru masalah semakin panas dan rumit. Kepada kedua belah pihak yang
besengketa hendak duduk bersama untuk berdamai. Sebab apabila masalah ini
diperpanjang sampai ke ranah hukum,
kedua belah pihak sama-sama dirugikan, minimal menguras pikiran,tenaga dan
waktu.
Ketujuh,
bila pun sudah damai tidak menghapus pidananya, malah perdamaian itu merupakan
bukti sudah terjadi tindak pidana. Dan masih banyak komentar lain, mungkin pembaca
punya komentar sendiri, silahkan. Juga kepada pembaca silahkan menilai
komentar-komentar di atas.
Timbul Tenggelam
Rekaman vidio ini bagaikan angin. Ketika angin datang terasa dinginnya,
namun ketika ia pergi tidak terasa. Hilang-muncul,
timbul-tenggelam,panas-dingin,datang-pergi, ramai – sepi, bergantung kondisi.
Akan tetapi sesuai hasil pengamatan penulis melalui medsos dan pertemuan formal maupun non
formal, rekaman vidio tesebut mulai terungkit dan ramai dibicarakan disebabkan
beberapa faktor sebagai berikut :
Pertama, tulisan bapak Yosafati Gulo yang berjudul” Setahun
Sudah Kasus Dugaan Suap Bupati Nias Barat Tak Tersentuh Hukum, dimuat pada
media online Kabar Nias.com tanggal, 7 Desember
2017. Dalam tulisan tersebut bapak Yosafati Gulo membahas dan mengurai
dari sudut pandang hukum tindak pidana korupsi.
Kedua, notulen pertemuan masyarakat Nias Barat dengan
bupati Nias Barat yang diprakarsai tim fakhe atas nama Nover Daeli tanggal 14-Desember 2017 di Ondihon Resto Pramuka-Jakarta,
yang dirilis oleh bapak ama Toper Daeli tanggal 15 Desember 2017, dengan
notulen nomor 9 (sembilan) sebagai berikut: ”Kasus yang dibuat Naaso Daeli
alias ama Feman yang menjebak dan ada kesengajaan merusak kinerjanya bupati
dalam vidio tesebut yang tidak berdasar, maka selama ini bupati sudah cukup
sabar, tapi karena dijadikan konsumsi umum dan membuat kegaduhan, maka
secepatnya akan diusut” (WAG PMNBI dan WAG Aekhula).
Ketiga, postingan akun fasebook ketua Parpol Nias Barat
Naaso Daeli : Baga dao kesaksian mo Faduhusi Daeli....tapi kapan Faduhusi Daeli kembalikan uang saya yang
7.500.000. saya butuh, tks.
Keempat, berita harian Sinar Indonesia Baru, tanggal [13/12/]
pada halaman 1. Berjudul Disebut Fitnah di Medsos, Bupati Faduhusi Daely akan
laporkan ketua Parpol.
Kelima, semakin beraninya pak Naaso Daely memberi komentar
di medsos tentang kebenaran isi rekaman vidio tersebut.
Keenam, reaksi bapak Faduhusi Daeli dan pihak yang kontra
tentang isi rekaman vidio kadang berlebihan dan menganggap diri benar.
Ketujuh, pernyataan sikap beberapa Oganisasi Kemasyarakatan(
Ormas) dan Organisasi Kepemudaan(OKP) sekabupaten Nias Barat yang
ditandatangani pada tanggal 22-Desembar 2017 .dll.
Penulis berpendapat bahwa kita perlu memperhatikan pertemuan di Jakarta
tanggal 14 Desember 2017 yang diundang oleh tim Fakhe dan dihadiri oleh bupati
Nias Barat. Hal ini, menandakan dan membuktikan bahwa masyarakat Nias Barat
yang berdomisi di Jakarta maupun di Nias masih terkotak-kotak dan pengkotakan
ini dilestarikan oleh tim Fakhe, dengan tetap mempertahankan ”eksistensi” Fakhe. Hal ini sangat ironis dan berbanding
terbalik dengan semboyan Nias Barat ‘
HASAMBUA”. Semboyan itu seperti hanya di bibir, kamuflase, basa basi dan
tidak menjadi kenyataan.
Buah Simalakama
Sebaiknya kasus ini segera diselesaikan. Pertanyaannya adalah diselesaikan
lewat jalur apa? Jalur hukum? Boleh. Penyelesaiannya harus tuntas. Jika melalui
jalur hukum, FD melaporkan kembali ND kepada polisi(pernah dilapor tapi dicabut
kembali) dengan tuduhan penghinaan/fitnah sesuai KUHP
pasal 310 ayat(1 dan 2), sah-sah saja, hanya penulis yakin bahwa ND atau penasehat hukumnya akan
melakukan pembelaan dengan meminta kepada polisi seraya berkata:” Pak polisi
kami harap yang diutamakan diusut adalah pokok perkaranya yang pernah di
laporkan kepada Kejati Sumatera Utara pada bulan oktober 2016, dan Kejati Sumut
telah melimpahan kasus ini kepada Kejari Gunungsitoli pada bulan Januari 2017. Tolong pak polisi
berkoordinasi dengan Kejari Gunungsitoli. Kalau laporan saya terbukti, berarti
saya tidak menghina/fitnah”.
Akan tetapi ND jangan dulu langsung gembira. Apabila tuduhan yang disampaikan
kepada FD terbukti. ND tidak dapat lepas dari jerat hukum. ND dapat dijerat dengan
UU RI nomer 31 tahun 1999 Yo UU RI nomor 20 tahun 2001 pasal 5 ayat ( 1) huruf
a dan b yaitu memberi suap. Jika tidak terbukti ND bisa dijerat KUHP pasal 310
ayat (1 dan 2) yaitu penghinaan/fitnah. Melihat dasar hukum ini, maka penyelesaian
kasus ini serba sulit, ibarat buah simalakama. Namun hendaknya kedua belah pihak
memilih resiko yang paling kecil. Ada kalimat bijak yang cocok untuk orang yang gemar berperkara
: “Menang jadi arang, kalah jadi abu”. Artinya kalau bisa berperkara dihindari.
Pertanyaan muncul lagi. Apakah kasus antara FD dengan ND bisa damai? Why not,Kenapa
tidak. Alasanya antara lain sebagai berikut:
Pertama, yurispundensi Mahkamah Agung Nomor 1600.K/Pid/2009.
Dalam putusannya MA beragumentasi bahwa salah satu tujuan hukum pidana adalah mengembalikan
kesenjangan yang terjadi karena adanya tindak pidana. Dan bila perkara ini
dihentikan, manfaatnya lebih besar daripada dilanjutkan. Lagi pula, dalam ajaran
restorative yustice, kejahatan jangan dilihat hanya sebagai pelanggaran
terhadap negara dan kepentingan umum. Konfik juga merepresentasikan
ketergantungan atau terputusnya hubungan antara individu dengan masyarakat.(www
Hukum online com).
Kedua, uang yang disengketakan tidak sebanding tenaga dan
biaya yang dikeluarkan negara bila dilanjutkan, tidak efektif dan efesien.
Ketiga, bila FD dengan ND berdamai merupakan hak dan kesadaran
mereka akan pentingnya damai.
Sesungguhnya, kasus ini lebih mengarah pada etika yaitu dugaan
pelanggaran”sumpah jabatan”. Bila masuk wilayah ini, yang lebih pro-aktif
adalah DPRD sebagai lembaga pengawasan. Sebenarnya DPRD bisa melakukan penyelidikan
atas kasus ini berdasarkan fungsi dan hak yang melekat pada DPRD. Belum
terlambat, namun secara pribadi penulis pesimis bahwa DPRD menggunakan fungsi
dan haknya, karena kelihatannya DPRD telah menjadi patner yang “setia” pihak esksekutif. Buktinya, selama kasus ini mencuat
belum penulis dengar DPRD memberi tanggapan( mudah-mudahan penulis yang tidak
mendengar).
Gereja Jangan Diseret
Menurut iman penulis gereja adalah
lembaga kudus, karena kepala gereja adalah Kristus. Hemat penulis, sangat tidak
etis kalau nama gereja dilibatkan dan diseret dalam kasus ini, kendatipun uang
sebesar itu sudah diserahkan. Lebih parah lagi kalau belum. Ini harus segera
diluruskan agar gereja ONKP Onowaembo Lahomi Nias Barat tidak dituduh menerima
dana pembangunan yang tidak jelas sumbernya, karena sampai sekarang ND tidak
mengaku bahwa uang yang diserahkan kepada FD sebesar Rp.7.500.000 untuk
pembangunan gereja ONKP Onowaembo Lahomi.
Pun pula Kepala Daerah tidak lazim menjadi perantara dan menerima uang dari
donatur, kendatipun FD sebagai penasehat pada pembagunan gereja tersebut. Biasanya
donatur langsung menyerahkan kepada bendahara pembangunan gereja.
Apabila FD tetap betahan pada argumentasinya, maka timbul beberapa
pertanyaan antara lain : Berapa orang donatur dan rekanan/pemborong yang sudah
dihubungi FD pada pembangunan gereja ONKP Onowaembo? Berapa dana yang sudah
terkumpul ?Apakah proposal pembangunan gereja ONKP Onowaembo sudah diketahui
dan ditandatangani oleh Eporus ONKP dan camat Lahomi?( karena dana diminta pada
pihak ketiga dan luar wilayah Nias Barat) Apakah dana yang masuk dan dipakai
pada gereja tersebut sudah di audit? Apakah ada pembangunan gereja lain seperti
BNKP,AMIN,GTDI, Katolik,dll yang FD
minta rekanan untuk membantu? Silahkan
ajukan pertanyaan lagi. Hal ini perlu diketahui masyarakat Nias Barat, karena FD bukan hanya
pemimpin dan mefasilitasi salah satu golongan agama, melainkan milik semua
golongan agama , sebagaimana dalam program unggulan fakhe nomor 9 (sembilan) yaitu: ”Meningkatkan peran pemerintah atas
program kegiatan keagamaan secara adil”.
Untuk itu, penulis sarankan kepada
panitia pembangunan gereja ONKP Onowaembo Lahomi mengembalikan uang tersebut
jika sudah merimanya dari FD , agar nama baik gereja tidak tercemar. Yakinlah
bahwa Tuhan akan memberi lebih banyak lagi, kalau panitia jujur dalam
melaksanakan tugas.
Jalan Tengah Sebagai Solusi
Kedua belah pihak harus memiliki prinsip, niat baik, tekad bahwa tidak
ada yang menang dan tidak ada yang kalah. FD dan ND adalah tokoh agama, tokoh politik dan tokoh adat. Karena itu kita
yakin mereka bisa berdamai tanpa
dimediasi. Kalau dalam agama salah satu hakekatnya ialah kasih, dalam politik salah
satu hakekatnya adalah kepentingan, dalam adat salah satu hakekatnya yaitu
kekerabatan. Ketiga hakekat itu ada dalam diri mereka. Lalu apa lagi masalah ?
Mau ribut terus? Sepertinya hal ini tidak memberi manfaat positif, hanya
membuang energi. Dibutuhkan kearifan untuk menyelesaikan masalah. Apabila hal
ini terus menjadi masalah, dampaknya, ada orang yang menari-nari dan mengambil
keuntungan atas keributan kalian. Siapa dia? Bukan mereka yang pernah memberi
komentar di medsos, mereka itu hanya prihatin. Bukan juga penulis artikel ini.
Singkatnya berdamailah. Damai itu indah.Terlebih karena sekarang ini kita
sudah memasuki tahun baru, tahun 2018. Caranya? Carilah penyelesaian yang
bijaksana, win win solusion. Bahan untuk dipertimbangkan. FD dengan ND atas
kesadaran masing-masing akan pentingnya” damai” menghadap pimpinan gereja yang
mereka tentukan bersama, seraya mereka berkata : Kami sudah berdamai berkatilah
kami agar kuat dalam damai.”Sederhana kan ?. Kata Gus Dur: “ Gitu aja kok
repot.” Bila istilah “auri ami ba auri ndao” muncul lagi atau sindiran-sindiran
dari orang tertentu, hendahnya tidak ditanggapi berlebihan. Sama dengan istilah
“ Lompat-Lompat Komputer” dan “Hufa,Hofi,Hofo(H3) akan berhenti seiring berjalannya waktu. Biarlah waktu yang menyelesaikannya.
Demikianlah tawaran solusi dari saya
atas permasalah antara FD dengan ND, penulis
yakin juga ada tawaran solusi lain dari teman-teman, hingga menjadi bahan
pertimbangan bagi kedua belah pihak, [A1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar