Kearifan yang berintegritas, Solusi menyelamatkan Nias Barat - Gelora Hukum
IKLAN

Breaking

Rabu, 24 Januari 2018

Kearifan yang berintegritas, Solusi menyelamatkan Nias Barat


Penulis: Adrianus Aroziduhu Gulo 
(Mantan Bupati Nias Barat)

Nias Barat, Gelora Hukum - Pada umumnya masyarakat Nias Barat tidak menginginkan pimpinannya menjadi bahan gunjingan yang tidak jelas ujungnya. Apalagi menjadi viral di media sosial karena diduga menerima gratifikasi dari seseorang dan menjanjikan jabatan kepada orang tertentu. Perguncingan ini mulai dibahas sejak bulan oktober 2016, ketika saudara Armansyah Harefa,SE melaporkan bupati Nias Barat Faduhusi Daeli, SPd kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas tuduhan dugaan mererima gratifikasi dari saudara Naaso Daeli. Pada pengaduan tersebut saudara Armansyah menyerahkan beberapa alat bukti atau petunjuk, salah satu diantaranya ialah: “Sebuah vidio  rekaman Transaksi uang dari ND kepada FD.” Dalam vidio itu nampak beberapa orang, salah satu diantaranya seorang ibu yang sempat bersapaan dengan ND, tidak jelas apakah kehadiran mereka saat itu sengaja atau kebetulan.

Reaksi Masyarakat
Saat itu masyarakat terkejut, heran, kecewa dan penuh tanya. Mengapa dan apakah ini benar terjadi?  Namun, apa yang mau dikatakan.  Itulah yang diperlihatkan dalam vidio tersebut, sehingga timbul pro-kontra,  ada yang membela, ada yang menyesali, dan ada yang mengutuk. Apabila diamati reaksi masyarakat pada media sosial (medsos) dan pertemuan-pertemuan non formal maupun formal terhadap isi rekaman vidio tersebut, maka ada beberapa pendapat, tanggapan atau komentar sebagai berikut:
Pertama, ada yang tidak percaya, karena tidak mungkin FD melakukan perbuatan yang serendah itu, apalagi ia pejabat negara, hal seperti itu dilarang. Itu fitnah dan bila rekaman vidio itu benar, itu merupakan jebakan.

Kedua, ada yang mempertanyakan tujuan ND melakukan perekaman tanpa sepengetahuan FD dan tanpa perintah dari penegak hukum, hal ini bertentangan dengan hukum karena itu kita dorong FD untuk melaporkan kepada penegak hukum, sebab tindakan ND dapat mencemarkan nama baik kepala daerah, simbol dan lambang daerah.

Ketiga, sebagian berpendapat bahwa menerima uang sogak/suap/gatifikasi bergantung pada mentalitas dan iman orangnya tidak terletak pada jabatan. Orang yang kuat mental dan iman tidak akan menerima uang yang bukan haknya, apapun jabatannya.

Keempat, oh...uang...  siapa yang menolak kalau diberikan, orang gila saja mau/butuh uang apalagi orang sehat. Pada saat mati saja butuh uang, apalagi saat hidup.
Kelima, kenapa dipersoalkan terus masalah rekaman vidio, ini sudah damai, apa lagi yang diributkan, kalau mau menjadi bupati persiapkan dirimu pada pilkada berikutnya.

Keenam, sebaiknya kepada semua pihak, hendaknya menahan diri untuk berkomentar, jangan komentar kita justru masalah semakin panas dan rumit. Kepada kedua belah pihak yang besengketa hendak duduk bersama untuk berdamai. Sebab apabila masalah ini diperpanjang  sampai ke ranah hukum, kedua belah pihak sama-sama dirugikan, minimal menguras pikiran,tenaga dan waktu.

Ketujuh, bila pun sudah damai tidak menghapus pidananya, malah perdamaian itu merupakan bukti sudah terjadi tindak pidana. Dan masih banyak komentar lain, mungkin pembaca punya komentar sendiri, silahkan. Juga kepada pembaca silahkan menilai komentar-komentar di atas.

Timbul Tenggelam
Rekaman vidio ini bagaikan angin. Ketika angin datang terasa dinginnya, namun ketika ia pergi tidak terasa. Hilang-muncul, timbul-tenggelam,panas-dingin,datang-pergi, ramai – sepi, bergantung kondisi. Akan tetapi sesuai hasil pengamatan penulis  melalui medsos dan pertemuan formal maupun non formal, rekaman vidio tesebut mulai terungkit dan ramai dibicarakan disebabkan beberapa faktor sebagai berikut :

Pertama, tulisan bapak Yosafati Gulo yang berjudul” Setahun Sudah Kasus Dugaan Suap Bupati Nias Barat Tak Tersentuh Hukum, dimuat pada media online Kabar Nias.com tanggal, 7 Desember  2017. Dalam tulisan tersebut bapak Yosafati Gulo membahas dan mengurai dari sudut pandang hukum tindak pidana korupsi.

Kedua, notulen pertemuan masyarakat Nias Barat dengan bupati Nias Barat yang diprakarsai tim fakhe atas nama Nover Daeli  tanggal 14-Desember 2017 di Ondihon Resto Pramuka-Jakarta, yang dirilis oleh bapak ama Toper Daeli tanggal 15 Desember 2017, dengan notulen nomor 9 (sembilan) sebagai berikut: ”Kasus yang dibuat Naaso Daeli alias ama Feman yang menjebak dan ada kesengajaan merusak kinerjanya bupati dalam vidio tesebut yang tidak berdasar, maka selama ini bupati sudah cukup sabar, tapi karena dijadikan konsumsi umum dan membuat kegaduhan, maka secepatnya akan diusut” (WAG PMNBI dan WAG Aekhula).

Ketiga, postingan akun fasebook ketua Parpol Nias Barat Naaso Daeli : Baga dao kesaksian mo Faduhusi Daeli....tapi kapan  Faduhusi Daeli kembalikan uang saya yang 7.500.000.  saya butuh, tks.

Keempat, berita harian Sinar Indonesia Baru, tanggal [13/12/] pada halaman 1. Berjudul Disebut Fitnah di Medsos, Bupati Faduhusi Daely akan laporkan ketua Parpol.
Kelima, semakin beraninya pak Naaso Daely memberi komentar di medsos tentang kebenaran isi rekaman vidio tersebut.

Keenam, reaksi bapak Faduhusi Daeli dan pihak yang kontra tentang isi rekaman vidio kadang berlebihan dan menganggap diri benar.

Ketujuh, pernyataan sikap beberapa Oganisasi Kemasyarakatan( Ormas) dan Organisasi Kepemudaan(OKP) sekabupaten Nias Barat yang ditandatangani pada tanggal 22-Desembar 2017 .dll.

Penulis berpendapat bahwa kita perlu memperhatikan pertemuan di Jakarta tanggal 14 Desember 2017 yang diundang oleh tim Fakhe dan dihadiri oleh bupati Nias Barat. Hal ini, menandakan dan membuktikan bahwa masyarakat Nias Barat yang berdomisi di Jakarta maupun di Nias masih terkotak-kotak dan pengkotakan ini dilestarikan oleh tim Fakhe, dengan tetap mempertahankan ”eksistensi” Fakhe. Hal ini sangat ironis dan berbanding terbalik dengan semboyan Nias Barat ‘ HASAMBUA”. Semboyan itu seperti hanya di bibir, kamuflase, basa basi dan tidak  menjadi kenyataan.

Buah Simalakama
Sebaiknya kasus ini segera diselesaikan. Pertanyaannya adalah diselesaikan lewat jalur apa? Jalur hukum? Boleh. Penyelesaiannya harus tuntas. Jika melalui jalur hukum, FD melaporkan kembali ND kepada polisi(pernah dilapor tapi dicabut kembali)   dengan tuduhan penghinaan/fitnah sesuai KUHP pasal 310 ayat(1 dan 2), sah-sah saja, hanya penulis  yakin bahwa ND atau penasehat hukumnya akan melakukan pembelaan dengan meminta kepada polisi seraya berkata:” Pak polisi kami harap yang diutamakan diusut adalah pokok perkaranya yang pernah di laporkan kepada Kejati Sumatera Utara pada bulan oktober 2016, dan Kejati Sumut telah melimpahan kasus ini kepada Kejari Gunungsitoli  pada bulan Januari 2017. Tolong pak polisi berkoordinasi dengan Kejari Gunungsitoli. Kalau laporan saya terbukti, berarti saya tidak menghina/fitnah”.

Akan tetapi ND jangan dulu langsung gembira. Apabila tuduhan yang disampaikan kepada FD terbukti. ND tidak dapat lepas dari jerat hukum. ND dapat dijerat dengan UU RI nomer 31 tahun 1999 Yo UU RI nomor 20 tahun 2001 pasal 5 ayat ( 1) huruf a dan b yaitu memberi suap. Jika tidak terbukti ND bisa dijerat KUHP pasal 310 ayat (1 dan 2) yaitu penghinaan/fitnah. Melihat dasar hukum ini, maka penyelesaian kasus ini serba sulit, ibarat buah  simalakama. Namun hendaknya kedua belah pihak memilih resiko yang paling kecil. Ada kalimat bijak  yang cocok untuk orang yang gemar berperkara : “Menang jadi arang, kalah jadi abu”. Artinya kalau bisa berperkara dihindari. Pertanyaan muncul lagi. Apakah kasus antara FD dengan ND bisa damai? Why not,Kenapa tidak. Alasanya antara lain sebagai berikut:

Pertama, yurispundensi Mahkamah Agung Nomor 1600.K/Pid/2009. Dalam putusannya MA beragumentasi bahwa salah satu tujuan hukum pidana adalah mengembalikan kesenjangan yang terjadi karena adanya tindak pidana. Dan bila perkara ini dihentikan, manfaatnya lebih besar daripada dilanjutkan. Lagi pula, dalam ajaran restorative yustice, kejahatan jangan dilihat hanya sebagai pelanggaran terhadap negara dan kepentingan umum. Konfik juga merepresentasikan ketergantungan atau terputusnya hubungan antara individu dengan masyarakat.(www Hukum online com).

Kedua, uang yang disengketakan tidak sebanding tenaga dan biaya yang dikeluarkan negara bila dilanjutkan, tidak efektif dan efesien.

Ketiga, bila FD dengan ND berdamai merupakan hak dan kesadaran mereka akan pentingnya damai.

Sesungguhnya, kasus ini lebih mengarah pada etika yaitu dugaan pelanggaran”sumpah jabatan”. Bila masuk wilayah ini, yang lebih pro-aktif adalah DPRD sebagai lembaga pengawasan. Sebenarnya DPRD bisa melakukan penyelidikan atas kasus ini berdasarkan fungsi dan hak yang melekat pada DPRD. Belum terlambat, namun secara pribadi penulis pesimis bahwa DPRD menggunakan fungsi dan haknya, karena kelihatannya DPRD  telah menjadi patner yang “setia” pihak  esksekutif. Buktinya, selama kasus ini mencuat belum penulis dengar DPRD memberi tanggapan( mudah-mudahan penulis yang tidak mendengar).

Gereja Jangan Diseret
Menurut iman penulis gereja adalah lembaga kudus, karena kepala gereja adalah Kristus. Hemat penulis, sangat tidak etis kalau nama gereja dilibatkan dan diseret dalam kasus ini, kendatipun uang sebesar itu sudah diserahkan. Lebih parah lagi kalau belum. Ini harus segera diluruskan agar gereja ONKP Onowaembo Lahomi Nias Barat tidak dituduh menerima dana pembangunan yang tidak jelas sumbernya, karena sampai sekarang ND tidak mengaku bahwa uang yang diserahkan kepada FD sebesar Rp.7.500.000 untuk pembangunan gereja ONKP  Onowaembo Lahomi. Pun pula Kepala Daerah tidak lazim menjadi perantara dan menerima uang dari donatur, kendatipun FD sebagai penasehat pada pembagunan gereja tersebut. Biasanya donatur langsung menyerahkan kepada bendahara pembangunan gereja.

Apabila FD tetap betahan pada argumentasinya, maka timbul beberapa pertanyaan antara lain : Berapa orang  donatur dan rekanan/pemborong yang sudah dihubungi FD pada pembangunan gereja ONKP Onowaembo? Berapa dana yang sudah terkumpul ?Apakah proposal pembangunan gereja ONKP Onowaembo sudah diketahui dan ditandatangani oleh Eporus ONKP dan camat Lahomi?( karena dana diminta pada pihak ketiga dan luar wilayah Nias Barat) Apakah dana yang masuk dan dipakai pada gereja tersebut sudah di audit? Apakah ada pembangunan gereja lain seperti BNKP,AMIN,GTDI, Katolik,dll  yang FD minta  rekanan untuk membantu? Silahkan ajukan pertanyaan lagi. Hal ini perlu diketahui  masyarakat Nias Barat, karena FD bukan hanya pemimpin dan mefasilitasi salah satu golongan agama, melainkan milik semua golongan agama , sebagaimana dalam program unggulan fakhe nomor 9 (sembilan)  yaitu: ”Meningkatkan peran pemerintah atas program kegiatan keagamaan secara adil”.

Untuk itu, penulis sarankan kepada panitia pembangunan gereja ONKP Onowaembo Lahomi mengembalikan uang tersebut jika sudah merimanya dari FD  , agar  nama baik gereja tidak tercemar. Yakinlah bahwa Tuhan akan memberi lebih banyak lagi, kalau panitia jujur dalam melaksanakan tugas.
                        
Jalan Tengah Sebagai Solusi
Kedua belah pihak harus memiliki prinsip, niat baik, tekad bahwa tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.  FD dan ND adalah tokoh agama,  tokoh politik dan tokoh adat. Karena itu kita yakin  mereka bisa berdamai tanpa dimediasi. Kalau dalam agama salah satu hakekatnya ialah kasih, dalam politik salah satu hakekatnya adalah kepentingan, dalam adat salah satu hakekatnya yaitu kekerabatan. Ketiga hakekat itu ada dalam diri mereka. Lalu apa lagi masalah ? Mau ribut terus? Sepertinya hal ini tidak memberi manfaat positif, hanya membuang energi. Dibutuhkan kearifan untuk menyelesaikan masalah. Apabila hal ini terus menjadi masalah, dampaknya, ada orang yang menari-nari dan mengambil keuntungan atas keributan kalian. Siapa dia? Bukan mereka yang pernah memberi komentar di medsos, mereka itu hanya prihatin. Bukan juga penulis artikel ini.

Singkatnya berdamailah. Damai itu indah.Terlebih karena sekarang ini kita sudah memasuki tahun baru, tahun 2018. Caranya? Carilah penyelesaian yang bijaksana, win win solusion. Bahan untuk dipertimbangkan. FD dengan ND atas kesadaran masing-masing akan pentingnya” damai” menghadap pimpinan gereja yang mereka tentukan bersama, seraya mereka berkata : Kami sudah berdamai berkatilah kami agar kuat dalam damai.”Sederhana kan ?. Kata Gus Dur: “ Gitu aja kok repot.” Bila istilah “auri ami ba auri ndao” muncul lagi atau sindiran-sindiran dari orang tertentu, hendahnya tidak ditanggapi berlebihan. Sama dengan istilah “ Lompat-Lompat  Komputer” dan “Hufa,Hofi,Hofo(H3)  akan berhenti seiring berjalannya waktu.  Biarlah waktu yang menyelesaikannya.

Demikianlah tawaran solusi dari saya atas permasalah antara FD dengan  ND, penulis yakin juga ada tawaran solusi lain dari teman-teman, hingga menjadi bahan pertimbangan bagi kedua belah pihak, [A1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOSOK