Sekilas Tentang Lahirnya Pers di Indonesia - Gelora Hukum
IKLAN

Breaking

Rabu, 09 Februari 2022

Sekilas Tentang Lahirnya Pers di Indonesia

Yason Hulu, Pimpinan Redaksi Gelora Hukum

Gelorahukum.com   -  Hari Pers Nasional diperingati setiap tanggal 9 Februari, diambil dari tanggal lahir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 1946 dan ditetapkan pada tahun 1985 melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 tentang Hari Pers Nasional.

Keinginan menerbitkan surat kabar di Hindia Belanda saat itu sebenarnya sudah sangat lama, tetapi selalu dihambat oleh pemerintah VOC. Baru pada Pada 1907, terbit "Medan Prijaji" di Bandung yang dianggap sebagai pelopor pers nasional karena diterbitkan oleh pengusaha pribumi untuk pertama kali, yaitu Tirto Adhi Soerjo. Ketika Jepang berhasil menaklukkan Belanda dan akhirnya menduduki Indonesia pada 1942, kebijakan pers turut berubah, semua penerbit yang berasal dari naungan VOC dilarang beroperasi. 
Saat itu terdapat lima surat kabar yaitu Jawa Shinbun yang terbit di Jawa, Boernoe Shinbun di Kalimantan, Celebes Shinbun di Sulawesi, Sumatra Shinbun di Sumatra dan Ceram Shinbun di Seram, Pun nehidupan pada 1950-1960-an ditandai oleh munculnya kekuatan-kekuatan politik dari golongan nasionalis, agama, komunis dan tentara.

Pada masa ini sejumlah tonggak sejarah pers Indonesia juga lahir, seperti LKBN Antara pada 13 Desember 1937, RRI pada 11 september 1945, pers nasional semakin kuat ditandai dengan penerbitan "Soeara Merdeka" di Bandung dan "Berita Indonesia" di Jakarta, serta beberapa surat kabar lain, seperti "Merdeka", "Independent", "Indonesian News Bulletin", "Warta Indonesia", dan "The Voice of Free Indonesia", tetapi lamban laun kebebasan pers mulai dikendalikan oleh kekuasaan Orba,

Pers di Era Revormasi 

Setelah mengalami pengekangan yang begitu lama di era pemerintahan orde baru, kehidupan pers di Indonesia akhirnya benar-benar mendapatkan kebebasan ketika reformasi bergulir pada bulan Mei 1998. Reformasi bergulir karena masyarakat menginginkan reformasi pada segala bidang, baik ekonomi, sosial, dan budaya yang pada masa pemerintahan orde baru terbelenggu

Langkah pertama untuk memulai kebebasan pers di Indonesia adalah dengan mencabut aturan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan penghapusan Departemen Penerangan dan diterbitkanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Undang-undang ini merupakan tonggak awal kebebasan pers di Indonesia. Kemerdekaan pers Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran, bawhwa dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, secara normatif pers di Indonesia telah menganut sistem pers tanggung jawab sosial.

Pers di Era Reformasi sebagaimana Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 sistemnya memberikan kewangan pada masyarakat untuk mengontrol kinerja pers,  berbeda dengan Undang-Undang nomor 21 tahun 1982  di Era Orde Baru yang memberikan wewenang pada pemerintah orde baru untuk mengontrol kinerja pers. 

Ketika reformasi bergulir, berbagai elemen masyarakat Indonesia berusaha untuk menata kembali sistem demokrasi yang ideal, salah satunya menegakkan kebebasan pers, sebab kebebasan pers merupakan cermin sistem demokrasi yang ideal. 

Dalam buku Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi (2012) karya Henry Subiakto dan Rachmah Ida, dijelaskan bahwa melalui kebebasan pers masyarakat dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat sendiri dan secara leluasa menjalankan fungsinya sebagai pengawas pemerintahan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. (Makmur G)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOSOK