Keterancaman Nasib Guru "Honorer" Pasca Pandemi Covid-19 - Gelora Hukum
IKLAN

Breaking

Jumat, 22 Mei 2020

Keterancaman Nasib Guru "Honorer" Pasca Pandemi Covid-19

Gratianus Daeli, S.Pd
GELORA HUKUM - Dunia saat ini tengah dilanda oleh penyakit yang sifatnya pandemi dan mematikan, yakni Corona Virus Disease-19atau biasa disebut virus corona yang ditemukan pada akhir 2019 yang lalu di Wuhan, China. Virus corona ini sangat berbahaya, sebab selain mematikan dengan cepat, penyebarannya pula sangat cepat melalui kontak fisik, baik dengan hewan maupun antar manusia. Namun siapa sangka, dampak virus corona ini juga melanda dunia pendidikan, terlebih-lebih kelompok pendidik(an) yang cukup rentan seperti Guru Honorer dan Siswa yang berada di garis kemiskinan.

Adanya pandemi covid-19 ini mengakibatkan semua lembaga pendidikan “dirumahkan” untuk sementara demi memutus mata rantai penyebaran covid-19 ini. Artinya, dunia pendidikan tidaklah “libur” untuk di rumah, tetapi proses belajar mengajar dilakukan secara daring (online)dari rumah masing-masing secara mandiri. Hal ini pula yang menarik sebab guru dan siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk memanfaatkan dan mempelajari teknologi informasi dan komunikasi, terutama mempraktikkan pendidikan digital ditengah membludaknya wacana revolusi industri 4.0. Namun, bagaiamana dengan nasib guru dan para siswa yang tidak punya akses secara daring? Bagaimana dengan nasib guru honorer yang honornya kurang layak, namun dituntut untuk membeli pendukung perangkat digital? Bagaimana dengan nasib guru honorer yang gajinya kurang layak dan dibayar terlambat berbulan-bulan? Maka disinilah acuan berpijak untuk memahami nasib guru honorer, terutama guru honorer di daerah terpencil, di daerah Nias Barat misalnya.Padahal mereka terus berjuang untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa, namun keterancaman dan ketertindasan nasib mereka berlipat-lipat ganda.

Efek pandemi covid-19ini di dunia pendidikan bisa saja menjadi solusi baru, dan kemungkinan besar pelaksanaan pendidikan tidak mesti lagi dilakukan di sebuah gedung tetapi bisa saja dilakukan dimana saja dengan fasilitas yang mendukung. Bagi Pendidik dan Anak Didik hendaknya mulai mempersiapkan diri dari sekarang dalam memanfaatkan Perangkat Digital sebagai media pembelajaran secara bijaksana.

Setelah mengamati dinamika yang terjadi akhir-akhir ini di daerah Pemda Nias Barat, khususnya dibidang pendidikan dan tenaga kependidikan banyak mengundang perhatian serius. Situasi tersebut di atas, hanya menjadi pengantar dalam tulisan ini.  Adabeberapahal yang menurut saya penting untuk dibagikan. Pertama, Pendidik dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar membutuhkan banyak bahan-bahan ajar yang mumpuni dan memadai. Pendidik sebagaifasilitator dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan cukup banyak fasilitas-fasilitas untuk menunjang kemajuan-kemajuan pendidikan. Maka dengan kalimat lain, guru dalam melaksakan kewajibannya sangatmembutuhkan banyak dukungan baik secara material (biaya) dan moril (jasa) untuk menjalankan tugas mulianya, yakni mencedaskan kehidupan bangsa.

Guru Punya Usaha Sampingan, Masalahnya Apa?
Guru tidak pernah salah apabila mempunyai pekerjaan sampingan (Double Job) selama dia bisa melaksanakan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan bekerja secara profesional. Hal ini sah-sah saja, mengingat pendapatan yang tidak begitu memuaskan maka wajarlah jika Guru (Honor Daerah) merangkap pekerjaan/tugas lain. Jika kita lihat dalam segi penggajian Guru Honor Daerah ini sangat memprihatikan setelah dilarang untuk Double Job, maka honor perbulannya juga dikurangi yang awalnya Rp1.000.000, dipangkas menjadi Rp750.00,- Maka mengutip istilah Ketua DPRD Nias Barat di portal(www.wartanias.com) yang mengatakan bahwa “gaji senilai ini memang sungguh tidak manusiawi”.

Selain itu, pencairan honor juga dilakukan sekali dalam tiga bulan (Triwulan) dengan waktu yang tidak pasti. Misalnya pencairan honor pada dari bulan Januari – Maret 2020, baru dilakukan pada bulan Mei 2020. Apa mungkin para pemegang kendali kuasa di Pemda Nias Barat ini, tidak menaruh perhatian bagi para Guru?  Bukankah Pendidikan menjadi bagian dasar yang harus disentuh untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia khususnya di Nias Barat?Maka mari baca data Badan Pusat Statisik (BPS) Tahun 2018 yang menunjukkan suramnya IPM Kabupaten Nias Barat, yakni 60,42 dan berada pada urutan paling rendah di Provinsi Sumatera Utara, (www.bps.go.id). Salah satu indikator IPM adalah Pendidikan, dalam pendidikan terdapat banyak pihak salah satu satunya adalah Guru sebagai Pendidik.

Perhatian terhadap guru sangat berpengaruh pada mutu dan kualitas pendidikan apabila kesejahteraan guru tidak diperhatikan. Indikator lain adalah ekonomi yaitu pendapatan perkapita. Ketika pendapatan perkapita menurun maka dengan sendirinya mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan gaji Rp.750.000,- perbulan bagi Guru Honor Daerah nilai ini masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan bulanan, terlebih pada saat ini harga bahan pokok semakin memblunjak dan tidak menentu. Akibatnya,menghambat kestabilan ekonomi daerah dan ekonomi nasional.Namun, ironisnya lagi, banyak pula para pengambil kebijakan berdalih dibalik kalimat “Guru adalah Pahlawan tanpa Tanda Jasa”. Istilah ini dijadikan momok sekaligus pembela bagi pemegang kendali dalam “mengecoh” para pendidik yang selama ini telah melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik. Padahal, istilah “guru” itu juga mengacu kepada orang atasan yang sedang “mengajarkan” kebaikan pada orang bawahannya. Karena pengajaran dan perilakunya tak kenal lelah, maka disebut sebagai “guru” tanpa tanda jasa.

Kedua, sekitar satu bulan yang lalu, para GKD dikejutkan dengan edaran bupati Nias Barat tentang Larangan/KebijakanDouble Jobdidaerah Pemda Nias Barat. Sudahkah kebijakan itu diterapkan dan sungguh-sunguh terlaksana dengan baik? dan apakah efisien serta menjawab harapan para pemikir kebijakan tersebut? Mengenai Double Jobini, bagaimana tidak terjadi, sebab pada awalnya jumlah GKD hanya sekitar 1000 orangsaja, namun setelah perombakan dan terbitnya larangan Double Job malah terjadi penambahan  GKD yang saat ini sudah berjumlah kurang lebih 2500 orang.
Disisi lain, bisa saja pengangkatan baru ini dilakukan secara diam-diam tanpa diseleksi terlebih dahulu yang penting ada jaminan orang dalam (nepostisme) dan dilain hal pula terkesan mendadak supaya memperbanyak basis(suara) politik ke depan. Seandainya hal itu benar, maka pemerintah dalam hal membuat kebijakan yang gagal dan salah kaprah di bidang pendidikan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan berkurang dan cenderung menguatnya pandangan bahwa adannya pemerintahan yang tidak (atau kurang) bersih. Hal ini menjadi perhatian pemerintah terlebih kepala Daerah dan DPRD harus berlaku adil untuk semua elemen masyarakat termasuk pengangkatan GKD  dan PTT baru, mestinya mereka harus mengikuti proses seleksi yang sah sehingga tidak menimbulkan kecemburuan dan keresahan sosial di masyarakat. Semoga!! (Tim/red)

Ditulis Oleh : Gratianus Daeli

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOSOK