Bupati Toba Kangkangi Putusan Inkracht PTUN - Gelora Hukum
IKLAN

Breaking

Sabtu, 04 Desember 2021

Bupati Toba Kangkangi Putusan Inkracht PTUN

TOBA, GELORA HUKUM - Pemilihan Kepala Desa di Desa Dolok Nagodang, Kec Uluan Kab Toba yang berlangsung tahun 2019, hingga kini masih menyisakan persoalan hukum, dimana SK No 786 Tahun 2019  Pengangkatan Kepala Desa atas nama  TOGAR MANURUNG (TM) belum dicabut. Perkara ini berawal dari syarat pencalonan kepala desa yang harus dipenuhi yaitu SKCK dan Surat Pernyataan dari Pengadilan Negri Balige, yang mana ada pernyataan dalam kedua surat tersebut tidak pernah menjalani hukuman pidana sebelumnya, sementara penggugat merasa yakin bahwa Togar Manurung pernah menjalani hukuman pidana beberapa tahun yang lalu di Bengkalis namun saat proses pencalonan Penggugat belum mempunyai bukti otentik sehingga tidak langsung mengadukannya. 

Pada bulan Januari 2020 Penggugat menelusuri dan berhasil menemukan dua berkas perkara pencurian dengan kekerasan atas nama Togar Manurung yaitu : No.206/Pie B/2004/ PN Bks dan No.08/Pid B/2005/ PN Bks di Bengkalis Kepri.

Bermodalkan berkas perkara yang didapatkan, kemudian penggugat menempuh dua langkah hukum yaitu melalui PTUN Medan yang bertujuan agar Pemkab Toba mencabut SK pengangkatan kepala Desa atas nama Togar Manurung dengan alasan diduga telah berbuat curang dengan menempatkan keterangan palsu dalam akte otentik pada SKCK dan Surat keterangan dari PN Balige. Upaya hukum lain yang ditempuh oleh Penggugat adalah dengan melaporkan Togar Manurung ke kepolisian dengan pasal pidana 266 ayat 1 dan 2 penempatan keterangan palsu dalam akte otentik dimana ancaman hukumannya maksimal 7 tahun penjara.

Setelah melalui proses persidangan yang panjang PTUN Medan mengeluarkan putusan inkraht  yang mewajibkan Bupati Toba mencabut SK No 786 Tahun 2019 tanggal 2 Juli 2021 No. 8/B/2021/PT.TUN-MDN dan salinan putusan telah dikirimkan ke Pemkab Toba. 

Meski telah diputuskan oleh PTUN Medan untuk segera mencabutnya pada tanggal 2 Juli 2021 namun Pemkab Toba dengan berbagai alasannya masih belum melaksanakannya sampai berita ini ditayangkan. Diinformasikan bahwa PTUN Medan telah mengingatkan Pemkab Toba pada tanggal 14 September 2021 tentang pelaksanaan putusan tersebut yang mana surat yang sama juga diterima oleh Penggugat namun Pemkab Toba tetap mengabaikannya. 

Kemudian pada tanggal 28 Oktober 2021 PTUN Medan mengingatkan kembali melalui surat W1-TUN1/ 1172/ HK.06/10/2021 tentang sanksi administrative dan konsekuensi hukum lainnya yang apabila tidak melaksanakan putusan tersebut yang mana telah melebihi batas ketentuan yaitu 60 hari kerja dari tanggal 2 Juli 2021. Dapat dikatakan sekitar tanggal 24 September 2021 adalah batas terakhir untuk Pemkab Toba untuk melaksanakannya.


Langkah hukum yang ditempuh Penggugat melalui pidana juga telah memutuskan Togar Manurung secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran pasal yang dituduhkan 266 ayat 1 dan 2 dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara dan telah diputuskan pidana penjara selama 8 bulan. Sejak 17 Juni 2021 Togar Manurung telah mendekam di Lapas Balige.

Kabag Hukum Pemkab Toba menjelaskan bahwa pihaknya masih akan melakukan kajian, berkonsultasi dengan MA karena putusan PTUN tersebut beliau anggap tidak berkeadilan dan bahkan pihaknya telah menyampaikan keberatan tentang perlakukan okunum panitra PTUN Medan dalam memori PK serta berencana akan menyampaikan persoalan ini ke Komisi Yudisial. Kabag Hukum Toba dalam keterangannya juga sangat yakin bahwa ancaman hukuman pidana Togar Manurung tidak melebihi 5 tahun penjara karena beliau anggap hanya dihukum oleh karena pengangkatannya sebagai kepala desa,  sehingga tidak melakukan pemecatan sementara. 

TANGGAPAN PENGGUGAT:
Terkait jawaban Kabag Hukum Pemkab Toba, perihal tidak atau belum dilaksanakannya putusan inkracht PTUN tersebut serta tentang keyakinannya bahwa ancaman hukuman pidana Togar Manurung tidak melebihi 5 tahun:

1.Jika Kabag Hukum Toba ada masalah pribadi atau ketidakpuasan dengan oknum Panitera di   PTUN Medan silahkan diselesaikan terpisah secara hukum tanpa menyandra Pelaksanaan Putusan PTUN yang sudah inkrahct.

2. Kabag Hukum Toba bukan pada posisinya sebagai pengadil dalam putusan PTUN, menyebut putusan itu tidak berkeadilan, atau  memakai penilaian pribadi yang subyektif,  tetapi Kabag harus mentaati hukum positif dan seharusnya menghormati Putusan PTUN yg sudah Inkrah. Keputusan Pengadilan itu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa bukan berdasarkan Perasaan Kabag Hukum Toba. Alasan Kabag yang menyebutkan bahwa putusan PTUN itu tidak berkeadilan adalah bentuk pelanggaran dan ketidaktaatan terhadap  hukum, tidak menghormati putusan peradilan (produk hukum) dan mengangkangi marwah Persidangan dan peradilan Hakim.

4. Kabag Hukum Toba sebaiknya menempatkan diri sebagai bagian dari pemerintahan yang taat hukum, memberikan contoh kepada masyarakat dalam menaati hukum dan menghormati Undang-undang. Perintah Pengadilan untuk mengeksekusi putusan PTUN harus dilaksanakan dan tidak melebihi melebihi 60 hari kerja, sejak palu diketuk. Sangat cukup waktu yang diberikan oleh Undang-Undang yaitu 60 hari kerja untuk menelaahnya, apabila tidak mampu memahaminya bisa berkonsultasi dengan pakar hukum yang lebih mumpuni atau ke pihak MA. Namun, kemana saja Kabag Hukum Toba selama 60 hari kerja sejak 2 Juli 2021?. Kenapa tidak dikaji sejak putusan itu diterima? Apakah ini kesengajaan atau ketidakmampuan menelaah bahasa hukum sampai melebihi 60 hari kerja? Ketika dipanggil PTUN ada 14 September 2021 Pihak Pemkab Toba mengapa tidak hadir? 


5. Andaikan benar seperti yang disampaikannya bahwa Kabag Hukum Toba/Bupati Toba menghormati putusan pengadilan mengapa tidak/belum melaksanakannya? Apakah sulit bagi Kabag Hukum Toba untuk memahami Undang-undang RI No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yang diatur dalam pasal 66 ayat (2) yang menyatakan “permohonan Peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelasanaan putusan Pengadilan”? Sehingga harus perlu kehati-hatian dan telaah yang sangat lama?. 

Dalam surat putusan tersebut jelas disampaikan, apabila Bupati Toba tidak melaksanakan putusan itu maka ada 2 (dua) kemungkinan konsekuensi hukumnya: 
1. Dicabut atau tidak oleh Bupati Toba, setelah melebihi 60 hari kerja dari tanggal 2 Juli 2021 (artinya sekitar 24 September 2021) maka SK No: 786 Tahun 2019 Tentang pengesahan pengangkatan kepala desa terpilih, sudah tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Sesuai UU No 51 tahun 2009 pasal 116 ayat 2. (terdapat dalam poin 4 surat dari PTUN). Artinya berdasarkan putusan tersebut dapat disimpulkan apapun yang ditandatangani kepala desa Dolok Nagodang a.n Togar Manurung setelah 60 hari kerja dari 2 Juli 2021 sudah tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum alias illegal. Dengan demikian Pemkab Toba telah menjalankan roda pemerintahan yang illegal di Desa Dolok Nagodang setelah 24 September 2021.

2. Didalam surat W1-TUN1/1172/HK.06/10/2021 Bupati Toba dapat dikenai sanksi administrasi berdasarkan PP No 48 Tahun 2016 Pasal 9. 
a. Pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugib. Pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan, atau 
c. Pemberhentian  sementara tanpa hak-hak jabatan 

Apakah hal ini yang diinginkan Kabag Hukum Toba? Barangkali dengan berbagai manuvernya Bupati Toba bisa terhindar dari sanksi administratif namun sanksi sosial tidak akan lekang bahwa dicap selama-lamanya sebagai pembangkang terhadap undang-undang karena tidak melaksanakan Putusan yang sudah inkracht dengan tenggat waktu yang diberikan.

Tanggapan Penggugat Terhadap Putusan Pidana:
Keyakinan Kabag Hukum Toba keliru tentang  ancaman hukuman pidana Togar Manurung. Ternyata lebih dari 5 tahun seperti yang dituangkan dalam putusan Pengadilan Negri Balige 136/Pid.B/2021/PN Blg dengan pasal yang dituduhkan   266 ayat 1 dan 2 yang mana ancaman pidananya maksimal 7 tahun penjara.
BPD pun sudah mengirimkan surat tertanggal 8 Sepember 2021 dengan nomor surat: 05/2002/IX/2021 melalui Camat Uluan yang menginformasikan bahwa Kepdes Dolok Nagodang telah mendekam di lapas Balige sejak 17 Juni 2021. Namun Pemkab Toba tetap membiarkan roda pemerintahan desa Dolok Nagodang dijalankan dari jeruji besi lapas Balige, hal ini terbukti bahwa segala urusan tanda tangan terhadap urusan administrasi desa dilakukan di lapas balige sejak Togar Manurung mendekam di Penjara sampai ditunjuknya PLH.

Oleh karena itu dapat kami duga bahwa Pemkab Toba tidak serius untuk menyelesaikan persoalan ini dan diduga tidak netral karena kami merasa sangat aneh seorang Bupati Toba harus mengorbankan reputasinya demi seorang terpidana yang telah diputus bersalah dan disamping itu telah ada surat keputusan yang sudah inkracht. Seharunya apabila serius dan netral maka:

1. Putusan inkrahct PTUN segera dilaksanakan, karena ada sanksi administratif yang menanti dan dapat dicap selama-lamanya sebagai pembangkang terhadap undang-undang. Alasan sedang ditelaah atau dikaji sampai ke MA, menurut kami alasan itu hanya dibuat-buat untuk mencari-cari celah karena berdasarkan undang-undang No 51 Pasal 116 ayat 2 sudah diberikan tenggat waktu 60 hari kerja dari sejak putusan diterima atau 2 Juli 2021. Seorang Kabag Hukum Toba yang logikanya berlatar belakang Pendidikan hukum, apakah tidak mampu memahami Bahasa hukum?  

2. Pemkab Toba juga harus mengeluarkan Surat Pemberhentian Sementara sesuai dengan UU Desa sebagai respon terhadap putusan pidana karena ancaman hukumannya melebihi 5 tahun penjara (7 tahun penjara) dan menunjuk Pelaksana Tugas (PLT) bukan Pelaksana Harian (PLH). Apabila sudah berkekuatan hukum tetap maka surat pemberhentian sementara tersebut akan ditinjau kembali sesuai dengan perintah undang-undang. Walapun ini seharusnya ditindaklanjuti setelah menerima surat dari BPD Dolok Nagodang. Kami sangat maklum bahwa perkara seperti ini mungkin yang pertama di Kab Toba namun tidak ada yang baru dalam bahasa hukum, sehingga kami patut mencurigai bahwa hal ini disengaja.  Karena rasanya tidak mungkin seorang yang berlatar Pendidikan hukum seperti Kabag Hukum Toba tidak mampu memahami putusan, batasan waktu dan konsekuesinya. (Tim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOSOK