Seminar Pembangunan Kilang BBM Untuk ketahanan Energi Perkumpulan UMA - Gelora Hukum
IKLAN

Breaking

Selasa, 18 Desember 2018

Seminar Pembangunan Kilang BBM Untuk ketahanan Energi Perkumpulan UMA


JAKARTA, GELORA HUKUM - Saat melantik widyawati menjadi Dirut Pertamina, pemerintah meminta pertaminta mempercepat Revitalisasi dan pembangunan kilang baru agar impor BBM bisa berkurang. Keperihatinan pemerintah kembali muncul saat menko Bidang kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pembangunan kilang untuk mengolah minyak di dalam negri berjalan lambat kata luhut" Presiden galau,karena sudah 4 tahun jadi presiden belum ada jadi pembangunan kilang" (Pertamina Energi Forum, 29/11/2018).

Para Narsum M. Said Didi sebagai pemerhati kebijakan publik,Surya Darma Ketua Meti, Satya wira yudha Anggota DPR RI partai Golkar, Marwan Batu bara Pengamat energi,Khomaidi Notonegara Direktur Reformasi Miner Institute.

 Presiden Jokowi memang telah mencanangkan pembangunan kilang BBM sejak awal masa jabatan. Rencana tersebut tersebut tertuang dalam perpres No. 146/2015 tentang pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Kilang minyak di dalam negri. Kemudian sikap tersebut di pertegas perpres No. 58/2017 tentang percepatan pelaksanaan proyek Strategis nasional. Dalam perpres No.58/2017 tercantum PSN pembangunan kilang baru Bontang dan tuban (Grass Root Refinary/GRR), serta PSN revitalisasi 5 kilang di Balikpapan, Balongan, Cilacap, Dumai dan dikenal sebagai proyek Refinery Development Master plan(RDMP).

 Menurut Dewan Energi Nasional (DEN) kebutuhan BBM indonesia meningkat sekitar 3% pertahun, serta akan mencapai 1,9 juta barel perhari bph pada 2025 dan 3,8 juta bph pada 2050. Karena proyek GRR dan RDMP memang di maksudkan untuk menyiapkan kemampuan kilang BBM nasional pada 2025 dengan kapasitas 2-2,3 juta bph. Saat ini pertamina memiliki 6 kilang dengan produksi sekitar 800 bph (kapasitas 1,04 juta bph) jauh di bawah konsumsi nasional sekitar 1,6 juta bph. Karena itu kita perlu  impor BBM  selama berpuluh tahun,terutama dari singapura.

 Semula, berdasarkan perhitungan Pertamina pada 2015, proyek RDMP dan GRR membutuhkan dana sekitar US$ 36.27 miliar atau lebih dari Rp 471 triliun US$/Rp=13000 Rinciannya adalah Balongan US$1,27 miliar(125 ribu bph),Balikpapan US$5.3 miliar (260 ribu rupiah) Cilacap US$ 4,5 miliar (400 ribu bph)  dan dumai US$4,2 miliar (170 ribu bph) sedangkan kilang baru di tuban mbutuhkan dana sekitar US$ 15 miliar (300 ribu bph) dan bontang US$ 10 miliar (300 ribu bph). Terakhir, pada forum IMF- Word Bank 2018di bali oktober lalu,bekerjasama dengan dpc, taiwan, terjadi perubahan proyek Balongan dengan menggabung pembangunan kilang BBM dengan petrokimia,sehingga nilai proyek menjadi US$ 6.5 miliar. Perubahan lain adalah pada pembangunan kilang dumai dan plaju yang akan menjadikan CPO sebagai bahan baku guna menghasilkan bio fuel. Perubahan-perubahan tersebut memang layak di lakukan guna memenuhi kebutuhan dan perkembangan yang terjadi dalam Industri energi.

 Setelah 4 tahun berjalan,ternyata hanya proyek Balikpapan yang menunjukkan progres berarti, masuk tahap kesepakatan Engenering Providernya and Construction pada Desember 2018, total biaya Rp 57,8 triliun dan waktu pennyesaian 53 bulan. Status proyek lain adalah Tuban Rosnef Rusia pembebasan lahan, Bontang (OOG Oman) framework agrrement, Balongan (CPC Taiwan)tandatangan kerja sama /MOU, (Cilacap aramco) finalisasi perjanjian, dan Dumai Plaju ,( eni Italy) tanda tangan kerjasama/ MOU, (Edy L)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SOSOK